BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Mutu pelayanan kesehatan menjadi hal yang penting
dalam organisasi pelayanan kesehatan, peningkatan kesadaran masyarakat tentang
kesehatan dan pelayanan kesehatan mendorong setiap organisasi pelayanan
kesehatan untuk sadar mutu dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa organisasi
pelayanan kesehatan. Setiap permasalahan yang muncul dalam organisasi pelayanan
kesehatan khususnya berkaitan dengan mutu layanan kesehatan, terdapat tiga
konsep utama yang selalu muncul. Konsep tersebut adalah akses, biaya, dan mutu (Herlambang,
2016).
Tentu saja, akses
mencakup akses fisik, keuangan, dan mental atau intelektual terhadap perawatan
dan layanan kesehatan yang tersedia. Masalah keterjangkauan dan efisiensi juga
merupakan hal yang penting. Namun, layanan yang disediakan dalam suatu institusi
kesehatan harus memiliki karakteristik tertentu, di samping persoalan
keterjangkauan dan ketersediaan. Karakteristik itu harus mencakup elemen dan karakteristik mutu
(Pohan, 2006).
Elemen kepuasan
konsumen sebenarnya merupakan yang terpenting. Jika konsumen (si pasien) tidak
puas dengan layanan yang diberikan, dia tidak akan mencar layanan itu atau
menerimanya, walaupun layanan tersebut tersedia, mudah didapat, dan mudah
dijangkau. Oleh karena itu, mutu layanan yang ditawarkan merupakan hal penting dalam
layanan kesehatan. namu, mutu harus berasal dari perspektif konsumen karena
mutu layanan merupakan jasa yang diterima oleh konsumen layanan tersebut
(Pohan, 2006).
Jadi apa sebenarnya
mutu? Apakah sesuatu yang luar biasa? Apakah sesuatu yang terbaik? Apakah
sesuatu layanan yang mahal? Belum tentu demikian. Mutu dapat berarti suatu cara
sederhana untuk meraih tujuan yang diinginkan dengan cara yang paling efisien
dan efektif, dengan penekanan untuk memuaskan pembeli atau konsumen. Mutu tidak
selalu berarti cara yang paling mahal untuk melaksanakan segala sesuatu.
Sebaliknya, mutu merupakan sebuah kebutuhan untuk melakukan efisiensi dan
penghematan biaya. Mutu tidak harus berupa layanan atau barang-barang yang
mahal. Namun, mutu merupakan sebuah produk atau layanan yang memadai, mudah
dijangkau, efisien, efektif, dan aman sehingga terus-menerus dievaluasi dan
ditingkatkan (Pohan, 2006).
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan
masalah dari makalah ini yaitu:
1.
Apa pengertian mutu
pelayanan kesehatan?
2.
Bagaimana perspektif
mutu pelayanan kesehatan?
3.
Bagaimana
standar mutu pelayanan kesehatan?
4.
Bagaimana
cara mengukur mutu pelayanan kesehatan?
5.
Apa
manfaat mutu pelayanan kesehatan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari
makalah ini yaitu:
1. Untuk
mengetahui pengertian mutu pelayanan kesehatan.
2. Untuk
mengetahui perspektif mutu pelayanan kesehatan.
3. Untuk
mengetahui standar mutu pelayanan kesehatan.
4. Untuk
mengetahui cara mengukur mutu pelayanan kesehatan.
5. Untuk
mengetahui manfaat mutu pelayanan kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mutu
Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan
kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan akan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi
sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien
dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan norma, etika, hukum, dan
sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan
masyarakat konsumen (Herlambang, 2016).
Menurut Azrul Azwar (1999)
dalam Bustami (2011) menyebutkan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah derajat
dipenuhinya kebutuhan masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang
sesuai dengan standar profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya secara
wajar, efisien, efekif dalam keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat,
serta diselenggarakan secara aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan norma
dan etika yang baik.
Menurut Zimmerman Mary
dalam Herlambang (2016), Mutu pelayanan kesehatan memenuhi dan melebihi
kebutuhan dan harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas
seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien, keluarga, dan lainnya yang datang
untuk mendapatkan pelayanan atau lainnya. Dokter, karyawan, dan anggota masyarakat
lainnya yang kita layani.
Mutu Pelayanan
Kesehatan yang meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan, tidak saja yang dapat menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan
kepuasan rata-rata penduduk tetapi juga sesuai dengan standar dan kode etik
profesi yang tea ditetapkan (Kemenkes RI dalam Muninjaya Gde, 2010).
Menurut Donabedian
(1980) dalam Bustami (2011), mengemukakan bahwa komponen pelayanan tersebut
dapat terdiri dari masukan (input,
disebut juga structure), proses, dan
hasil (outcome).
1. Masukan
(Input)
Masukan (Input) yang dimaksud disini adalah
sarana fisik, perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan,
serta sumber daya manusia dan sumber daya (resources)
lainnya di puskesmas dan rumah sakit. Beberapa aspek penting yang harus
mendapat perhatian dalam hal ini adalah kejujuran, efektifitas dan efisiensi,
serta kuantitas dan kualitas dari masukan yang ada.
Pelayanan kesehatan
yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Semua sumber daya
yang ada perlu diorganisasikan dan dikelola sesui dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan prosedur kerja yang berlaku dengan maksud pelayanan
kesehatan tersebut dapat diterima oleh pelanggan secara baik.
2. Proses
yang dilakukan
Proses adalah semua
kegiatan atau aktvitas dari seluruh karyawan dan tenaga profesi dalam
interaksinya dengan pelanggan, baik pelanggan internal (sesama petugas atau
karyawan) maupun pelanggan eksternal (pasien, pemasok barang, masyarakat yang
datang ke puskesmas atau rumah sakit untuk maksud tertentu). Baik atau tidaknya
proses yang dilakukan di puskesmas atau di rumah sakit dapat diukur dari:
a. Relevan
atau tidaknya proses yang diterima oleh pelanggan
b. Efektif
atau tidaknya proses yang dilakukan
c. Mutu
proses yang dilakukan.
Variabel proses
merupakan pendekatan langsung terhadap mutu pelayanan kesehatan. Semakin patuh
petugas (profesi) terhadap standar pelayanan, maka semakin bermutu pula
pelayanan kesehatan yang diberikan.
3. Hasil
yang Dicapai
Hasil (outcome) yang dimaksud di sini adalah
tindak lanjut dari keluaran berupa hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga
profesi serta seluruh karyawan terhadap pelanggan. Hasil yang diharapkan dapat
berupa perubahan yang terjadi pada pelanggan,
baik secara fisik-fisiologis maupun sosial-psikologis, termasuk kepuasan
pelanggan. Hasil merupakan pendekatan secara tidak langsung, namun sangat
bermanfaat untuk mengukur mutu pelayanan di puskesmas, rumah sakit, atau
institusi pelayanan kesehatan lainnya.
Logika yang dipakai
adalah jika masukan telah tersedia sesuai rencana, maka proses akan bisa
terlaksana. Apabila proses dilaksanakan sesuai yan direncanakan berdasarkan
standar yang ada, maka hasil akan tercapai dengan baik.
B. Perspektif Mutu
Pelayanan Kesehatan
Setiap mereka yang
terlibat dalam layanan kesehatan seperti pasien, masyarakat dan organisasi
masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah,
pasti mempunyai persepsi yang berbeda tentang unsur penting dalam menentukan
mutu layanan kesehatan. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh terdapatnya
perbedaan latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan
dan kepentingan (Wiyono, 1999).
Menurut Wiyono (1999),
beberapa perspektif mengenai mutu pelayanan kesehatan yaitu:
1. Bagi
pemakai jasa pelayanan kesehatan/masyarakat
Pasien/masyarakat (konsumen) melihat layanan
kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi
kebutuhan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu,
tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau
meluas penyakitnya.
Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien
yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali.
Pemberi layanan harus memahami status kesehatan dan kebutuhan layanan kesehatan
masyarakat yang dilayaninya dan mendidik masyarakat tentang layanan kesehatan
dasar dan melibatkan masyarakat dalam menentukan bagaimana cara yang paling
efektif menyelenggarakan layanan kesehatan, sehingga diperlukan suatu hubungan
yang saling percaya antara pemberi layanan kesehatan atau provider dengan pasien/masyarakat.
2. Bagi
pemberi layanan kesehatan
Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan
layanan kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja
atau protokol, kebebasan profesi dalam melakukan setiap layanan kesehatan
sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan
tersebut.
Komitmen dan motivasi pemberi layanan kesehatan
bergantung pada kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal.
Profesi layanan kesehatan membutuhkan dan mengaharapkan adanya dukungan teknis,
administratif, dan layanan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam
menyelenggarakan layanan kesehatan yang bermutu tinggi.
3. Bagi
penyandang dana pelayanan kesehatan
Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap
bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang
efektif dan efisien. Pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu yang
sesingkat mungkin sehingga biaya pengobatan dapat menjadi efisien. Kemudian
upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit akan ditingkatkan agar layanan
kesehatan penyembuhan semakin berkurang.
4. Bagi
pemilik sarana layanan kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa
layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan
pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi
dengan tarif yang masih terjangkau oleh pasien/masyarakat, yaitu pada tingkat
biaya yang tidak mendapat keluhan dari pasien dan masyarakat.
5. Bagi
administrator layanan kesehatan
Administrator walau tidak langsung memberikan
layanan kesehatan pada masyarakat, ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu
layanan kesehatan. Administrator dapat menyusun prioritas dalam menyediakan apa
yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi layanan kesehatan.
C. Standar Mutu Pelayanan
Kesehatan
Untuk menjaga pelaksanaan program pelayanan
kesehatan agar tetap berpedoman kepada standar yang telah ditetapkan maka
disusunlah pedoman petunjuk pelaksanaan, yaitu penyataan tertulis yang disusun
secara sistematis dan yang dipakai sebagai pedoman oleh pelaksanaan dalam
mengambil keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan kesehatan (Herlambang,
2016).
Untuk mengukur tercapai atau tidaknya standar yang
telah ditetapkan maka dipergunakan indikator, yaitu ukuran kepatuhan terhadap
standar yang telah ditetapkan. Semakin sesuai suatu yang diukur dengan
indikator, semakin sesuai keadaanya dengan standar yang telah ditetapkan
(Herlambang, 2016).
Menurut Herlambang (2016), sesuai dengan peranan
yang dimiliki oleh masing-masing unsur pelayanan kesehatan, standar dalam
program menjaga mutu secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1. Standar
Persyaratan Minimal
Standar persyaratan
minimal adalah yang menunjuk kepada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk
dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bermutu.
a. Standar
Masukan
Dalam standar masukan ditetapkan persyaratan minimal
unsur masukan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang bermutu, yaitu jenis, jumlah, dan kualifikasi tenaga pelaksana, jenis,
jumlah dan spesifikasi pada tenaga pelaksana, serta jumlah dana (standar
tenaga, standar sarana)
b. Standar
Lingkungan
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan
minimal unsur lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang bermutu, yaitu garis-garis besar kebijakan, pola organisasi
serta sistem manajemen yang harus dipenuhi oleh setiap pelaksana pelayanan
(standar organisasi dan manajemen)
c. Standar
Proses
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal
unsur proses yang harus dilakukan untuk dapat menyelenggaran pelayanan
kesehatan yang bermutu yaitu tindakan medis dan tindakan nonmedis pelayanan
kesehatan (standar tindakan)
2. Standar
Penampilan Minimal
Standar penampilan
minimal adalah yang menunjuk kepada penampilan pelayanan kesehatan yang masih
dapat diterima. Standar ini, karena menunjuk kepada unsur keluaran, disebut
dengan nama standar keluaran atau standar penampilan.
Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
keempat standar ini perlulah dipantau serta dinilai secara obyektif dan
berkesinambungan. Apabila ditemukan penyimpangan, perlu segera diperbaiki.
Pemantauan dan penilaian standar ini diukur dari indikator yang sesuai, yang
secara umum dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu indikator masukan,
indikator proses, indikator lingkungan, serta indikator keluaran.
Menurut Azwar (1996) dalam Herlambang (2016),
menyatakan bahwa syarat pokok dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu
adalah:
1. Tersedia
dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama
pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan tersebut harus tersedia di
masyarakat (available) serta bersifat
berkesinambungan (continuous).
Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan
mudah dicapai oleh masyarakat.
2. Dapat
diterima dan wajar
Syarat pokok kedua
pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta
bersifat wajar (appropriate). Artinya
pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat,
kebudayaan, keyakinan, kepercayaan masyarakat dan bersifat wajar.
3. Mudah
dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan
kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud
disini terutama dalam sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan
kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana kesehatan menjadi sangat penting.
4. Mudah
dijangkau
Syarat pokok pelayanan
kesehatan yang keempat adalah mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan disini
terutama dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus
diupayakan pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan
sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5. Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan
yang kelima adalah yang bermutu (quality).
Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan
para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
D. Mengukur Mutu Pelayanan
Kesehatan
Menurut pohan, I (2003)
dalam Prastiwi (2010), langkah pengukuran mutu tersebut dapat dipilah-pilah
menjadi beberapa langkah sebagai berikut:
1. Pembentukan kelompok
jaminan mutu pelayanan kesehatan
2.
Penyusunan standar pelayanan kesehatan
3.
Pemilihan tehnik pengukuran mutu
4. Pengukuran mutu dengan cara membandingkan
standar pelayanan kesehatan dengan kenyataan yang tercapai.
Donabedian, A (1982)
dalam Prastiwi (2010), menganjurkan agar standar dan kriteria diklasifikasikan
kedalam tiga kelompok, hal ini pada prinsipnya sama dengan yang dianjurkan oleh
World Health Organitation (WHO)
yaitu:
1. Standar
struktur/input
Standar struktur atau
masukan menentukan tingkat sumber daya yang diperlukan agar standar pelayanan
kesehatan dapat dicapai. Contohnya antara lain ialah: personel, pasien,
peralatan, bahan gedung, pencatatan, keuangan, singkatnya semua sumber daya
yang digunakan untuk dapat melakukan pelayanan kesehatan seperti yang tersebut
dalam standar pelayanan kesehatan.
Standar struktur antara
lain ialah tenaga kesehatan yang kompeten, peralatan pemeriksaan, obat, kamar
pemeriksaan, pasien dan waktu konsultasi harus ditentukan.
2. Standar
proses/process
Standar proses menentukan
kegiatan apa yang harus dilakukan agar standar pelayanan kesehatan dapat
dicapai, proses akan menjelaskan apa yang dikerjakan, untuk siapa, siapa yang
mengerjakan, kapan dan bagaimana standar pelayanan kesehatan dapat dicapai.
Dalam contoh standar
pelayanan ISPA, maka sebagai proses adalah, petugas kesehatan memeriksa balita
yang batuk, dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik seperti apa yang
telah ditentukan dalam standar pelayanan kesehatan. Semua hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik tersebut dicatat dengan lengkap dan akurat dalam rekam medik.
3. Standar
keluaran atau output
Standar keluaran atau output atau hasil pelayanan kesehatan
ialah hasil pelayanan kesehatan yang dilaksanakan sesuai standar pelayanan
kesehatan dan ini sangat penting. Kriteria ‘outcome’
yang umum digunakan antara lain:
a. Kepuasan pasien
b. Pengetahuan pasien
c. Fungsi pasien
d. Indikator kesembuhan, kematian,
komplikasi dll.
Menurut pohan, I (2003)
dalam Prastiwi (2010), Salah satu pengukuran mutu pelayanan kesehatan dengan
membandingkan terhadap standar pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan. Pengertian
standar pelayanan kesehatan ialah suatu pernyataan tentang mutu yang
diharapkan, yang menyangkut input/masukan,
proses dan keluaran/output.
Standar pelayanan
kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan mutu kedalam
terminologi operasional. Standar, indikator dan nilai ambang batas merupakan unsur–unsur
yang akan membuat jaminan mutu pelayanan kesehatan dapat diukur. Indikator
didefinisikan sebagai tolok ukur untuk mengetahui adanya perubahan yang dikaitkan
dengan target/standar yang telah ditentukan sebelumnya. Jenis-jenis indikator
bisa dikelompokkan berdasarkan; Input
(berkaitan dengan man, money, material,
method dan management), process (berkaitan dengan proses yang
dilakukan untuk menghasilkan sesuatu baik barang maupun jasa), output (berkaitan dengan sesuatu yang
dihasilkan bisa dalam bentuk barang ataupun selesainya pekerjaan jasa), outcome (berkaitan dengan ukuran yang
dirasakan pelanggan, biasanya merupakan persepsi pelanggan terhadap pemanfaatan
layanan), benefit (berkaitan dengan
ukuran terhadap manfaat bagi pelanggan atau bagi pemberi pelayanan) dan impact
(berkaitan dengan ukuran dampak dari suatu produk secara luas dan biasanya
jangka panjang).
Menurut Pohan, I (2003)
dalam Prastiwi (2010), pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat dilakukan
melalui tiga cara, yaitu:
1. Pengukuran mutu
prospektif
Pengukuran mutu
prospektif yaitu pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan sebelum
pelayanan kesehatan diselengarakan. Oleh sebab itu, pengukurannya ditujukan terhadap
struktur atau masukan pelayanan kesehatan dengan asumsi bahwa pelayanan kesehatan
harus memiliki sumber daya tertentu agar dapat menghasilkan pelayanan kesehatan
yang bermutu, seperti:
a. Pendidikan profesi
kesehatan
Pendidikan
profesi pelayanan kesehatan ditujukan agar menghasilkan profesi pelayanan
kesehatan yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dapat
mendukung pelayanan kesehatan yang bermutu.
b. Perizinan atau ‘Licensure’
Perizinan
merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin mutu pelayanan kesehatan. SID
(Surat Izin Dokter) dan SIP (Surat Izin Praktek) yang diberikan merupakan suatu
pengakuan bahwa dokter tersebut memenuhi syarat untuk melakukan profesi dokter.
Demikian pula halnya degan profesi kesehatan lain, harus mempunyai izin kerja
sesuai dengan profesinya. Mekanisme perizinan belum menjamin sepenuhnya
kompetensi tenaga kesehatan yang ada atau mutu pelayanan kesehatan fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut.
c. Standardisasi
Dengan
menerapkan standardisasi, seperti standardisasi peralatan, tenaga, gedung,
sistem, organisasi, anggaran, dll, maka diharapkan fasilitas pelayanan
kesehatan menjadi bermutu. Standardisasi akan membangun klasifikasi pelayanan
kesehatan. Contohnya standardisasi pelayanan rumah sakit akan dapat
mengelompokkan atau mengklasifikasikan rumah sakit dalam berbagai kelas
tertentu, misalnya rumah sakit umum kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D.
Rumah sakit jiwa kelas A dan kelas B.
d. Sertifikasi (certification)
Sertifikasi
adalah langkah selanjutnya dari perizinan. Misalnya, pengakuan sebagai dokter
spesialis adalah sertifikasi. Di Indonesia perizinan itu dilakukan oleh
departemen kesehatan atau dinas kesehatan sedang sertifikasi oleh pendidikan
profesi (Dpdikbud, CHS, Organisasi Profesi).
e. Akreditasi
Akreditasi
adalah pengakuan bahwa suatu instuisi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit
telah memenuhi beberapa standar pelayanan kesehatan tertentu. Indonesia telah
melakukan akreditasi rumah sakit umum yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan.
Pengukuran mutu
prospektif terfokus pada penilaian sumber daya, bukan kinerja penyelenggaraan
pelayanan kesehatan. Ini merupakan salah satu kekurangan pengukuran mutu dengan
cara prospektif (Prastiwi, 2010).
2. Pengukuran mutu
konkuren
Pengukuran mutu
konkuren yaitu pengukuran pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan
selama pelayanan kesehatan sedang berlangsung, yaitu dengan melakukan
pengamatan langsung dan kadang-kadang perlu dilengkapi dengan melihat rekam
medik, wawancara dengan pasien/keluarga/petugas kesehatan, dan melakukan
pertemuan dengan pasien/keluarga/petugas kesehatan.
3. Pengukuran mutu
retrospektif
Pengukuran mutu
retrospektif yaitu pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan sesudah
pelayanan kesehatan selesai dilaksanakan dan biasanya merupakan gabungan
beberapa kegiatan yang berikut:
a. Menilai rekam medik
Memeriksa dan kemudian menilai catatan
rekam medik atau catatan lain dan kegiatan ini disebut sebagai audit.
b. Wawancara
Wawancara dengan pasien dan
keluarga/teman/petugas kesehatan.
c. Membuat Kuisioner
Membuat kuisioner yang dibagikan kepada
pasien dan keluarga/teman/petugas kesehatan.
d. Melakukan pertemuan
Melakukan
pertemuan dengan pasien dan petugas kesehatan terkait.
E. Manfaat Program Jaminan
Mutu Kesehatan
Program menjaga mutu
adalah suatu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan, sistematis, objektif
dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan
kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan
melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia,
serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran-saran tindak lanjut untuk
lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Herlambang, 2016).
Menurut Herlambang
(2016), menyatakan bahwa manfaat dari program jaminan mutu adalah:
1. Dapat
Meningkatkan Efektifitas Pelayanan Kesehatan
Peningkatan efektifitas
pelayanan kesehatan ini erat hubungannya dengan dapat diatasinya masalah
kesehatan secara tepat, karena pelayanan kesehatan yang diselenggarakan telah
sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi ataupun standar yang telah
ditetapkan.
2. Dapat
Meningkatkan Efisiensi Pelayanan Kesehatan
Peningkatan efisiensi
yang dimaksudkan ini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya pelayanan
kesehatan yang dibawah standar ataupun yang berlebihan. Biaya tambahan karena
harus menangani efek samping atau komplikasi karena pelayanan kesehatan dibawah
standar dapat dihindari. Demikian pula halnya mutu pemakaian sumber daya yang
tidak pada tempatnya yang ditemukan pada pelayanan yang berlebihan.
3. Dapat
Meningkatkan Penerimaan Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan
Peningkatan penerimaan
ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan dengan
kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan
ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
4. Dapat
Melindungi Penyelenggara Pelayanan Kesehatan dan Kemungkinan Timbulnya Gugatan
Hukum
Pada saat ini sebagai
akibat makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat, maka kesadaran hukum
masyarakat juga telah semakin meningkat. Untuk mencegah kemungkinan gugatan
hukum terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan, antara lain karena
ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan, perlulah diselenggarakan pelayanan
kesehatan yang sebaik-baiknya.
Dari uraian tersebut, mudah
dipahami bahwa terselenggaranya program menjaga mutu pelayanan kesehatan
mempunyai peranan yang besar dalam melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan
dan kemungkinan timbulnya gugatan hukum, karena memang pelayanan kesehatang
yang diselenggarakan telah terjamin mutunya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
Mutu pelayanan
kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
standar profesi dan pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang
tersedia secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat.
2. Terdapat beberapa perspektif mengenai mutu pelayanan
kesehatan diantara menurut konsumen layanan kesehatan sebagai suatu layanan
kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, menurut provider layanan
kesehatan yang bermutu yaitu tersedianya peralatan, prosedur kerja, kebebasan
profesi dalam melakukan layanan kesehatan, menurut penyandang dana layanan
kesehatan sebagai suatu layanan kesehatan yang efektif dan efisien, menurut
pemilik sarana layanan kesehatan bahwa layanan kesehatan yang bermutu dapat
menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional tetapi terjangkau
oleh masyarakat sedangkan menurut administrator layanan kesehatan dapat menyediakan
kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi layanan kesehatan.
3. Standar mutu pelayanan kesehatan terbagi menjadi 2 yaitu
standar persyaratan minimal yaitu menunjuk kepada keadaan minimal yang harus
dipenuhi untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bermutu dan
standar penampilan minimal yaitu menunjuk kepada penampilan pelayanan kesehatan
yang masih dapat diterima.
4. Pengukuran mutu pelayanan kesehatan terdapat beberapa
langkah-langkah yaitu pembentukan kelompok jaminan mutu pelayanan kesehatan,
kemudian menyusun standar pelayanan kesehatan setelah itu memilih tehnik yang
akan digunakan dalam pengukuran mutu kemudian melakukan pengukuran mutu dengan
cara membandingkan standar pelayanan kesehatan dengan kenyataan yang tercapai.
5. Manfaat dari program penjaminan mutu adalah dapat meningkatkan
efektifitas pelayanan kesehatan, dapat meningkatkan efisiensi pelayanan
kesehatan, dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan, serta dapat melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan dan kemungkinan
timbulnya gugatan hukum.
B.
Saran
Adapun saran yang
diberikan yaitu agar mutu pelayanan kesehatan di Indonesia harus lebih
ditingkatkan salah satunya dengan meningkatkan disiplin kepada karyawan yang sesuai
dengan aturan yang berlaku sehingga dapat menumbuhkan kehandalan dalam
memberikan pelayanan kesehatan sehingga
ada kepuasan tersendiri bagi konsumen dan akhirnya meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di puskesmas dan mencapai masyarakat yang sehat dan
terbebas dari berbagai macam penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Bustami.
2011. Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan
& Akseptabilitasnya. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Herlambang,
Susatyo. 2016. Manajemen Pelayanan
Kesehatan Rumah Sakit. Gosyen Publishing. Yogyakarta.
Muninjaya,
Gde. 2010. Manajemen Pelayanan Kesehatan.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Prastiwi,
Elyana Niken. 2010. Analisis Mutu
Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) melalui Audit Kematian di Rsud Kota Bekasi
Tahun 2009. Universitas Indonesia. Depok.
Wiyono,
DJ. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan
Kesehatan: Teori, Strategi dan Aplikasi. Universitas Airlangga. Surabaya.
Sumber: https://www.academia.edu/28972226/MAKALAH_MANAJEMEN_MUTU_PELAYANAN_KESEHATAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar