Jumat, 25 November 2016

18. Makalah tentang Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Mutu pelayanan kesehatan menjadi hal yang penting dalam organisasi pelayanan kesehatan, peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan pelayanan kesehatan mendorong setiap organisasi pelayanan kesehatan untuk sadar mutu dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa organisasi pelayanan kesehatan. Setiap permasalahan yang muncul dalam organisasi pelayanan kesehatan khususnya berkaitan dengan mutu layanan kesehatan, terdapat tiga konsep utama yang selalu muncul. Konsep tersebut adalah akses, biaya, dan mutu (Herlambang, 2016).
Tentu saja, akses mencakup akses fisik, keuangan, dan mental atau intelektual terhadap perawatan dan layanan kesehatan yang tersedia. Masalah keterjangkauan dan efisiensi juga merupakan hal yang penting. Namun, layanan yang disediakan dalam suatu institusi kesehatan harus memiliki karakteristik tertentu, di samping persoalan keterjangkauan dan ketersediaan. Karakteristik itu  harus mencakup elemen dan karakteristik mutu (Pohan, 2006).
Elemen kepuasan konsumen sebenarnya merupakan yang terpenting. Jika konsumen (si pasien) tidak puas dengan layanan yang diberikan, dia tidak akan mencar layanan itu atau menerimanya, walaupun layanan tersebut tersedia, mudah didapat, dan mudah dijangkau. Oleh karena itu, mutu layanan yang ditawarkan merupakan hal penting dalam layanan kesehatan. namu, mutu harus berasal dari perspektif konsumen karena mutu layanan merupakan jasa yang diterima oleh konsumen layanan tersebut (Pohan, 2006).
Jadi apa sebenarnya mutu? Apakah sesuatu yang luar biasa? Apakah sesuatu yang terbaik? Apakah sesuatu layanan yang mahal? Belum tentu demikian. Mutu dapat berarti suatu cara sederhana untuk meraih tujuan yang diinginkan dengan cara yang paling efisien dan efektif, dengan penekanan untuk memuaskan pembeli atau konsumen. Mutu tidak selalu berarti cara yang paling mahal untuk melaksanakan segala sesuatu. Sebaliknya, mutu merupakan sebuah kebutuhan untuk melakukan efisiensi dan penghematan biaya. Mutu tidak harus berupa layanan atau barang-barang yang mahal. Namun, mutu merupakan sebuah produk atau layanan yang memadai, mudah dijangkau, efisien, efektif, dan aman sehingga terus-menerus dievaluasi dan ditingkatkan (Pohan, 2006).
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1.   Apa pengertian mutu pelayanan kesehatan?
2.   Bagaimana perspektif mutu pelayanan kesehatan?
3.   Bagaimana standar mutu pelayanan kesehatan?
4.   Bagaimana cara mengukur mutu pelayanan kesehatan?
5.   Apa manfaat mutu pelayanan kesehatan?
C.    Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui pengertian mutu pelayanan kesehatan.
2.      Untuk mengetahui perspektif mutu pelayanan kesehatan.
3.      Untuk mengetahui standar mutu pelayanan kesehatan.
4.      Untuk mengetahui cara mengukur mutu pelayanan kesehatan.
5.      Untuk mengetahui manfaat mutu pelayanan kesehatan.









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen (Herlambang, 2016).
Menurut Azrul Azwar (1999) dalam Bustami (2011) menyebutkan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah derajat dipenuhinya kebutuhan masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya secara wajar, efisien, efekif dalam keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat, serta diselenggarakan secara aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan norma dan etika yang baik.
Menurut Zimmerman Mary dalam Herlambang (2016), Mutu pelayanan kesehatan memenuhi dan melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan atau lainnya. Dokter, karyawan, dan anggota masyarakat lainnya yang kita layani.
Mutu Pelayanan Kesehatan yang meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang dapat menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk tetapi juga sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang tea ditetapkan (Kemenkes RI dalam Muninjaya Gde, 2010).
Menurut Donabedian (1980) dalam Bustami (2011), mengemukakan bahwa komponen pelayanan tersebut dapat terdiri dari masukan (input, disebut juga structure), proses, dan hasil (outcome).
1.      Masukan (Input)
Masukan (Input) yang dimaksud disini adalah sarana fisik, perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, serta sumber daya manusia dan sumber daya (resources) lainnya di puskesmas dan rumah sakit. Beberapa aspek penting yang harus mendapat perhatian dalam hal ini adalah kejujuran, efektifitas dan efisiensi, serta kuantitas dan kualitas dari masukan yang ada.
Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Semua sumber daya yang ada perlu diorganisasikan dan dikelola sesui dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan prosedur kerja yang berlaku dengan maksud pelayanan kesehatan tersebut dapat diterima oleh pelanggan secara baik.
2.      Proses yang dilakukan
Proses adalah semua kegiatan atau aktvitas dari seluruh karyawan dan tenaga profesi dalam interaksinya dengan pelanggan, baik pelanggan internal (sesama petugas atau karyawan) maupun pelanggan eksternal (pasien, pemasok barang, masyarakat yang datang ke puskesmas atau rumah sakit untuk maksud tertentu). Baik atau tidaknya proses yang dilakukan di puskesmas atau di rumah sakit dapat diukur dari:
a.    Relevan atau tidaknya proses yang diterima oleh pelanggan
b.   Efektif atau tidaknya proses yang dilakukan
c.    Mutu proses yang dilakukan.
Variabel proses merupakan pendekatan langsung terhadap mutu pelayanan kesehatan. Semakin patuh petugas (profesi) terhadap standar pelayanan, maka semakin bermutu pula pelayanan kesehatan yang diberikan.

3.      Hasil yang Dicapai
Hasil (outcome) yang dimaksud di sini adalah tindak lanjut dari keluaran berupa hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga profesi serta seluruh karyawan terhadap pelanggan. Hasil yang diharapkan dapat berupa perubahan yang terjadi pada pelanggan,  baik secara fisik-fisiologis maupun sosial-psikologis, termasuk kepuasan pelanggan. Hasil merupakan pendekatan secara tidak langsung, namun sangat bermanfaat untuk mengukur mutu pelayanan di puskesmas, rumah sakit, atau institusi pelayanan kesehatan lainnya.
Logika yang dipakai adalah jika masukan telah tersedia sesuai rencana, maka proses akan bisa terlaksana. Apabila proses dilaksanakan sesuai yan direncanakan berdasarkan standar yang ada, maka hasil akan tercapai dengan baik.

B.     Perspektif Mutu Pelayanan Kesehatan
Setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan seperti pasien, masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah, pasti mempunyai persepsi yang berbeda tentang unsur penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh terdapatnya perbedaan latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan (Wiyono, 1999).
Menurut Wiyono (1999), beberapa perspektif mengenai mutu pelayanan kesehatan yaitu:
1.   Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan/masyarakat
Pasien/masyarakat (konsumen) melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluas penyakitnya.
Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali. Pemberi layanan harus memahami status kesehatan dan kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang dilayaninya dan mendidik masyarakat tentang layanan kesehatan dasar dan melibatkan masyarakat dalam menentukan bagaimana cara yang paling efektif menyelenggarakan layanan kesehatan, sehingga diperlukan suatu hubungan yang saling percaya antara pemberi layanan kesehatan atau provider dengan pasien/masyarakat.
2.   Bagi pemberi layanan kesehatan
Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam melakukan setiap layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan tersebut.
Komitmen dan motivasi pemberi layanan kesehatan bergantung pada kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal. Profesi layanan kesehatan membutuhkan dan mengaharapkan adanya dukungan teknis, administratif, dan layanan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang bermutu tinggi.
3.   Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan
Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efektif dan efisien. Pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya pengobatan dapat menjadi efisien. Kemudian upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit akan ditingkatkan agar layanan kesehatan penyembuhan semakin berkurang.
4.   Bagi pemilik sarana layanan kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif yang masih terjangkau oleh pasien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya yang tidak mendapat keluhan dari pasien dan masyarakat.
5.   Bagi administrator layanan kesehatan
Administrator walau tidak langsung memberikan layanan kesehatan pada masyarakat, ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Administrator dapat menyusun prioritas dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi layanan kesehatan.

C.    Standar Mutu Pelayanan Kesehatan
Untuk menjaga pelaksanaan program pelayanan kesehatan agar tetap berpedoman kepada standar yang telah ditetapkan maka disusunlah pedoman petunjuk pelaksanaan, yaitu penyataan tertulis yang disusun secara sistematis dan yang dipakai sebagai pedoman oleh pelaksanaan dalam mengambil keputusan dan atau dalam melaksanakan pelayanan kesehatan (Herlambang, 2016).
Untuk mengukur tercapai atau tidaknya standar yang telah ditetapkan maka dipergunakan indikator, yaitu ukuran kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Semakin sesuai suatu yang diukur dengan indikator, semakin sesuai keadaanya dengan standar yang telah ditetapkan (Herlambang, 2016).
Menurut Herlambang (2016), sesuai dengan peranan yang dimiliki oleh masing-masing unsur pelayanan kesehatan, standar dalam program menjaga mutu secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1.      Standar Persyaratan Minimal
Standar persyaratan minimal adalah yang menunjuk kepada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bermutu.
a.    Standar Masukan
Dalam standar masukan ditetapkan persyaratan minimal unsur masukan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, yaitu jenis, jumlah, dan kualifikasi tenaga pelaksana, jenis, jumlah dan spesifikasi pada tenaga pelaksana, serta jumlah dana (standar tenaga, standar sarana)
b.   Standar Lingkungan
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, yaitu garis-garis besar kebijakan, pola organisasi serta sistem manajemen yang harus dipenuhi oleh setiap pelaksana pelayanan (standar organisasi dan manajemen)
c.    Standar Proses
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus dilakukan untuk dapat menyelenggaran pelayanan kesehatan yang bermutu yaitu tindakan medis dan tindakan nonmedis pelayanan kesehatan (standar tindakan)
2.      Standar Penampilan Minimal
Standar penampilan minimal adalah yang menunjuk kepada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini, karena menunjuk kepada unsur keluaran, disebut dengan nama standar keluaran atau standar penampilan.
Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan keempat standar ini perlulah dipantau serta dinilai secara obyektif dan berkesinambungan. Apabila ditemukan penyimpangan, perlu segera diperbaiki. Pemantauan dan penilaian standar ini diukur dari indikator yang sesuai, yang secara umum dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu indikator masukan, indikator proses, indikator lingkungan, serta indikator keluaran.



Menurut Azwar (1996) dalam Herlambang (2016), menyatakan bahwa syarat pokok dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu adalah:
1.      Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat.
2.      Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan masyarakat dan bersifat wajar.
3.      Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dalam sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana kesehatan menjadi sangat penting.
4.      Mudah dijangkau
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang keempat adalah mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan disini terutama dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus diupayakan pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5.      Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

D.    Mengukur Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut pohan, I (2003) dalam Prastiwi (2010), langkah pengukuran mutu tersebut dapat dipilah-pilah menjadi beberapa langkah sebagai berikut:
1. Pembentukan kelompok jaminan mutu pelayanan kesehatan
2. Penyusunan standar pelayanan kesehatan
3. Pemilihan tehnik pengukuran mutu
4.  Pengukuran mutu dengan cara membandingkan standar pelayanan kesehatan dengan kenyataan yang tercapai.
Donabedian, A (1982) dalam Prastiwi (2010), menganjurkan agar standar dan kriteria diklasifikasikan kedalam tiga kelompok, hal ini pada prinsipnya sama dengan yang dianjurkan oleh World Health Organitation (WHO) yaitu:
1.   Standar struktur/input
Standar struktur atau masukan menentukan tingkat sumber daya yang diperlukan agar standar pelayanan kesehatan dapat dicapai. Contohnya antara lain ialah: personel, pasien, peralatan, bahan gedung, pencatatan, keuangan, singkatnya semua sumber daya yang digunakan untuk dapat melakukan pelayanan kesehatan seperti yang tersebut dalam standar pelayanan kesehatan.
Standar struktur antara lain ialah tenaga kesehatan yang kompeten, peralatan pemeriksaan, obat, kamar pemeriksaan, pasien dan waktu konsultasi harus ditentukan.
2.   Standar proses/process
Standar proses menentukan kegiatan apa yang harus dilakukan agar standar pelayanan kesehatan dapat dicapai, proses akan menjelaskan apa yang dikerjakan, untuk siapa, siapa yang mengerjakan, kapan dan bagaimana standar pelayanan kesehatan dapat dicapai.
Dalam contoh standar pelayanan ISPA, maka sebagai proses adalah, petugas kesehatan memeriksa balita yang batuk, dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik seperti apa yang telah ditentukan dalam standar pelayanan kesehatan. Semua hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut dicatat dengan lengkap dan akurat dalam rekam medik.
3.   Standar keluaran atau output
Standar keluaran atau output atau hasil pelayanan kesehatan ialah hasil pelayanan kesehatan yang dilaksanakan sesuai standar pelayanan kesehatan dan ini sangat penting. Kriteria ‘outcome’ yang umum digunakan antara lain:
a. Kepuasan pasien
b. Pengetahuan pasien
c. Fungsi pasien
d. Indikator kesembuhan, kematian, komplikasi dll.
Menurut pohan, I (2003) dalam Prastiwi (2010), Salah satu pengukuran mutu pelayanan kesehatan dengan membandingkan terhadap standar pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan. Pengertian standar pelayanan kesehatan ialah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yang menyangkut input/masukan, proses dan keluaran/output.
Standar pelayanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan mutu kedalam terminologi operasional. Standar, indikator dan nilai ambang batas merupakan unsur–unsur yang akan membuat jaminan mutu pelayanan kesehatan dapat diukur. Indikator didefinisikan sebagai tolok ukur untuk mengetahui adanya perubahan yang dikaitkan dengan target/standar yang telah ditentukan sebelumnya. Jenis-jenis indikator bisa dikelompokkan berdasarkan; Input (berkaitan dengan man, money, material, method dan management), process (berkaitan dengan proses yang dilakukan untuk menghasilkan sesuatu baik barang maupun jasa), output (berkaitan dengan sesuatu yang dihasilkan bisa dalam bentuk barang ataupun selesainya pekerjaan jasa), outcome (berkaitan dengan ukuran yang dirasakan pelanggan, biasanya merupakan persepsi pelanggan terhadap pemanfaatan layanan), benefit (berkaitan dengan ukuran terhadap manfaat bagi pelanggan atau bagi pemberi pelayanan) dan impact (berkaitan dengan ukuran dampak dari suatu produk secara luas dan biasanya jangka panjang).
Menurut Pohan, I (2003) dalam Prastiwi (2010), pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
1. Pengukuran mutu prospektif
Pengukuran mutu prospektif yaitu pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan sebelum pelayanan kesehatan diselengarakan. Oleh sebab itu, pengukurannya ditujukan terhadap struktur atau masukan pelayanan kesehatan dengan asumsi bahwa pelayanan kesehatan harus memiliki sumber daya tertentu agar dapat menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu, seperti:
a. Pendidikan profesi kesehatan
Pendidikan profesi pelayanan kesehatan ditujukan agar menghasilkan profesi pelayanan kesehatan yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dapat mendukung pelayanan kesehatan yang bermutu.
b. Perizinan atau ‘Licensure
Perizinan merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin mutu pelayanan kesehatan. SID (Surat Izin Dokter) dan SIP (Surat Izin Praktek) yang diberikan merupakan suatu pengakuan bahwa dokter tersebut memenuhi syarat untuk melakukan profesi dokter. Demikian pula halnya degan profesi kesehatan lain, harus mempunyai izin kerja sesuai dengan profesinya. Mekanisme perizinan belum menjamin sepenuhnya kompetensi tenaga kesehatan yang ada atau mutu pelayanan kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.


c. Standardisasi
Dengan menerapkan standardisasi, seperti standardisasi peralatan, tenaga, gedung, sistem, organisasi, anggaran, dll, maka diharapkan fasilitas pelayanan kesehatan menjadi bermutu. Standardisasi akan membangun klasifikasi pelayanan kesehatan. Contohnya standardisasi pelayanan rumah sakit akan dapat mengelompokkan atau mengklasifikasikan rumah sakit dalam berbagai kelas tertentu, misalnya rumah sakit umum kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D. Rumah sakit jiwa kelas A dan kelas B.
d. Sertifikasi (certification)
Sertifikasi adalah langkah selanjutnya dari perizinan. Misalnya, pengakuan sebagai dokter spesialis adalah sertifikasi. Di Indonesia perizinan itu dilakukan oleh departemen kesehatan atau dinas kesehatan sedang sertifikasi oleh pendidikan profesi (Dpdikbud, CHS, Organisasi Profesi).
e. Akreditasi
Akreditasi adalah pengakuan bahwa suatu instuisi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit telah memenuhi beberapa standar pelayanan kesehatan tertentu. Indonesia telah melakukan akreditasi rumah sakit umum yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan.
Pengukuran mutu prospektif terfokus pada penilaian sumber daya, bukan kinerja penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Ini merupakan salah satu kekurangan pengukuran mutu dengan cara prospektif (Prastiwi, 2010).
2. Pengukuran mutu konkuren
Pengukuran mutu konkuren yaitu pengukuran pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan selama pelayanan kesehatan sedang berlangsung, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung dan kadang-kadang perlu dilengkapi dengan melihat rekam medik, wawancara dengan pasien/keluarga/petugas kesehatan, dan melakukan pertemuan dengan pasien/keluarga/petugas kesehatan.
3. Pengukuran mutu retrospektif
Pengukuran mutu retrospektif yaitu pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan sesudah pelayanan kesehatan selesai dilaksanakan dan biasanya merupakan gabungan beberapa kegiatan yang berikut:
a. Menilai rekam medik
Memeriksa dan kemudian menilai catatan rekam medik atau catatan lain dan kegiatan ini disebut sebagai audit.
b. Wawancara
Wawancara dengan pasien dan keluarga/teman/petugas kesehatan.
c. Membuat Kuisioner
Membuat kuisioner yang dibagikan kepada pasien dan keluarga/teman/petugas kesehatan.
d.      Melakukan pertemuan
Melakukan pertemuan dengan pasien dan petugas kesehatan terkait.

E.     Manfaat Program Jaminan Mutu Kesehatan
Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilakukan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran-saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Herlambang, 2016).



Menurut Herlambang (2016), menyatakan bahwa manfaat dari program jaminan mutu adalah:
1.      Dapat Meningkatkan Efektifitas Pelayanan Kesehatan
Peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan ini erat hubungannya dengan dapat diatasinya masalah kesehatan secara tepat, karena pelayanan kesehatan yang diselenggarakan telah sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi ataupun standar yang telah ditetapkan.
2.      Dapat Meningkatkan Efisiensi Pelayanan Kesehatan
Peningkatan efisiensi yang dimaksudkan ini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya pelayanan kesehatan yang dibawah standar ataupun yang berlebihan. Biaya tambahan karena harus menangani efek samping atau komplikasi karena pelayanan kesehatan dibawah standar dapat dihindari. Demikian pula halnya mutu pemakaian sumber daya yang tidak pada tempatnya yang ditemukan pada pelayanan yang berlebihan.
3.      Dapat Meningkatkan Penerimaan Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
4.      Dapat Melindungi Penyelenggara Pelayanan Kesehatan dan Kemungkinan Timbulnya Gugatan Hukum
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat, maka kesadaran hukum masyarakat juga telah semakin meningkat. Untuk mencegah kemungkinan gugatan hukum terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan, antara lain karena ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan, perlulah diselenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya.
Dari uraian tersebut, mudah dipahami bahwa terselenggaranya program menjaga mutu pelayanan kesehatan mempunyai peranan yang besar dalam melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan dan kemungkinan timbulnya gugatan hukum, karena memang pelayanan kesehatang yang diselenggarakan telah terjamin mutunya.


















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.   Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat.
2.   Terdapat beberapa perspektif mengenai mutu pelayanan kesehatan diantara menurut konsumen layanan kesehatan sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, menurut provider layanan kesehatan yang bermutu yaitu tersedianya peralatan, prosedur kerja, kebebasan profesi dalam melakukan layanan kesehatan, menurut penyandang dana layanan kesehatan sebagai suatu layanan kesehatan yang efektif dan efisien, menurut pemilik sarana layanan kesehatan bahwa layanan kesehatan yang bermutu dapat menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional tetapi terjangkau oleh masyarakat sedangkan menurut administrator layanan kesehatan dapat menyediakan kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi layanan kesehatan.
3.   Standar mutu pelayanan kesehatan terbagi menjadi 2 yaitu standar persyaratan minimal yaitu menunjuk kepada keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bermutu dan standar penampilan minimal yaitu menunjuk kepada penampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat diterima.
4.   Pengukuran mutu pelayanan kesehatan terdapat beberapa langkah-langkah yaitu pembentukan kelompok jaminan mutu pelayanan kesehatan, kemudian menyusun standar pelayanan kesehatan setelah itu memilih tehnik yang akan digunakan dalam pengukuran mutu kemudian melakukan pengukuran mutu dengan cara membandingkan standar pelayanan kesehatan dengan kenyataan yang tercapai.
5.   Manfaat dari program penjaminan mutu adalah dapat meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan, dapat meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan, dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, serta dapat melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan dan kemungkinan timbulnya gugatan hukum.
B.     Saran
Adapun saran yang diberikan yaitu agar mutu pelayanan kesehatan di Indonesia harus lebih ditingkatkan salah satunya dengan meningkatkan disiplin kepada karyawan yang sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga dapat menumbuhkan kehandalan dalam memberikan pelayanan kesehatan sehingga ada kepuasan tersendiri bagi konsumen dan akhirnya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di puskesmas dan mencapai masyarakat yang sehat dan terbebas dari berbagai macam penyakit.









DAFTAR PUSTAKA
Bustami. 2011. Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan & Akseptabilitasnya. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Herlambang, Susatyo. 2016. Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. Gosyen Publishing. Yogyakarta.

Muninjaya, Gde. 2010. Manajemen Pelayanan Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Prastiwi, Elyana Niken. 2010. Analisis Mutu Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) melalui Audit Kematian di Rsud Kota Bekasi Tahun 2009. Universitas Indonesia. Depok.

Wiyono, DJ. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan: Teori, Strategi dan Aplikasi. Universitas Airlangga. Surabaya.

Sumber: https://www.academia.edu/28972226/MAKALAH_MANAJEMEN_MUTU_PELAYANAN_KESEHATAN


Tidak ada komentar:

Posting Komentar