MAKALAH
Dosen : Adisti A. Rumayar, SKM, M.Kes., MPH
Dosen : Adisti A. Rumayar, SKM, M.Kes., MPH
Topik :
1. Pertumbuhan Ekonomi Hubungan Dengan Kesehatan dan Kematian, Hubungan Penyakit Menular dan Tidak Menular
2. Sistem Ekonomi Kesehatan Negara Berkembang (3 Negara : Indonesia, Filipina, Vietnam)
Nama : Junianti Ahmad
NIM : 14111101017
Kelas : AKK
Semester : 5
Tugas : Ekonomi Kesehatan
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang lain yang membacanya.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang lain yang membacanya.
Terlepas dari semua itu, karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman
kami, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................................1
Daftar Isi..................................................................................................................................2
Bab I : Pembahasan...............................................................................................................3
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Hubungan Dengan Kesehatan dan Kematian..................3
1.1.1 Hubungan mikro.................................................................................................3
1.1.2 Hubungan makro................................................................................................3
1.1.3 Program pemenuhuan gizi dan pertumbuhan ekonomi......................................3
1.1.4 Kesehatan dan Kemiskinan................................................................................4
1.2 Hubungan Penyakit Menular dan Tidak Menular.................................................5
1.3 Sistem Ekonomi Kesehatan Negara Berkembang (3 Negara : Indonesia, Filipina, Vietnam).................................................................................................................................7
1.3.1. Sistem Kesehatan di Indonesia.........................................................................7
1.3.2 Sistem kesehatan di Filipina..............................................................................8
1.3.3 Sistem Kesehatan di Vietnam............................................................................9
Bab II : Penutup....................................................................................................................12
Daftar Pustaka.......................................................................................................................12
Kata Pengantar.........................................................................................................................1
Daftar Isi..................................................................................................................................2
Bab I : Pembahasan...............................................................................................................3
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Hubungan Dengan Kesehatan dan Kematian..................3
1.1.1 Hubungan mikro.................................................................................................3
1.1.2 Hubungan makro................................................................................................3
1.1.3 Program pemenuhuan gizi dan pertumbuhan ekonomi......................................3
1.1.4 Kesehatan dan Kemiskinan................................................................................4
1.2 Hubungan Penyakit Menular dan Tidak Menular.................................................5
1.3 Sistem Ekonomi Kesehatan Negara Berkembang (3 Negara : Indonesia, Filipina, Vietnam).................................................................................................................................7
1.3.1. Sistem Kesehatan di Indonesia.........................................................................7
1.3.2 Sistem kesehatan di Filipina..............................................................................8
1.3.3 Sistem Kesehatan di Vietnam............................................................................9
Bab II : Penutup....................................................................................................................12
Daftar Pustaka.......................................................................................................................12
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Hubungan Dengan Kesehatan dan Kematian
Unsur ekonomi khususnya penghasilan merupakan syarat paling utama agar dapat memenuhi kebutuhan kesehatan. Banyak bukti tentang adanya hubungan ekonomi dan kesehatan dalam proses pembangunan suatu bangsa.
Faktor kesehatan tersebut diantaranya adalah sarana maupun prasarana kesehatan yang baik. Misalnya kondisi lingkungan beserta kualitas makanan yang setiap harinya dikonsumsi oleh masyarakat. Penyediaan fasilitas tersebut harus dijalankan secara terpadu dan terarah.
Munculnya keterkaitan tersebut juga memberi pengaruh pada peningkatan perekonomian di keluarga. Contohnya adalah pekerjaan serta tingkat penghasilan yang diperoleh oleh keluarga dan pendidikan untuk anak-anaknya.
1.1.1
Hubungan mikro
Dalam proses pembangunan ekonomi, terdapat dua macam hubungan kesehatan dan ekonomi pada suatu bangsa. Yang pertama dinamakan tingkatan mikro, yaitu tingkatan yang ada pada setiap individu atau keluarga.
Dalam proses pembangunan ekonomi, terdapat dua macam hubungan kesehatan dan ekonomi pada suatu bangsa. Yang pertama dinamakan tingkatan mikro, yaitu tingkatan yang ada pada setiap individu atau keluarga.
Bagi tiap individu dan keluarga, kesehatan
merupakan modal paling utama untuk bekerja dan memperoleh pendidikan yang
layak. Jika tenaga kerja mempunyai kesehatan yang prima baik secara fisik
maupun mental, tingkat produktifitasnya juga tinggi. Sehingga penghasilan yang
didapat juga tinggi.
1.1.2
Hubungan makro
Pola hubungan ekonomi dan kesehatan kedua disebut tingkatan makro. Pengertiannya adalah, masyarakat yang mempunyai tingkat kualitas kesehatan tinggi menjadi sumber masukan yang sangat penting. Sumber masukan tersebut merupakan semacam alat guna menurunkan tingkat kemiskinan sekaligus menumbuhkan perekonomian.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi bisa berjalan lebih cepat apabila memperoleh suport dari terobosan-terobisan yang dilakukan pada bidang kesehatan. Misalnya pemenuhan kebutuhan gizi dan pemberantasan serta penyembuhan penyakit di masyarakat.
Ilmu ekonomi makro memberikan penjelasan apabila kualitas pendidikan dan kesehatan yang tinggi akan menjadi sebuah hasil. Wujud dari hasil tersebut berupa kesejahteraan serta tingkat harapan hidup yang lebih tinggi pula.
Pola hubungan ekonomi dan kesehatan kedua disebut tingkatan makro. Pengertiannya adalah, masyarakat yang mempunyai tingkat kualitas kesehatan tinggi menjadi sumber masukan yang sangat penting. Sumber masukan tersebut merupakan semacam alat guna menurunkan tingkat kemiskinan sekaligus menumbuhkan perekonomian.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi bisa berjalan lebih cepat apabila memperoleh suport dari terobosan-terobisan yang dilakukan pada bidang kesehatan. Misalnya pemenuhan kebutuhan gizi dan pemberantasan serta penyembuhan penyakit di masyarakat.
Ilmu ekonomi makro memberikan penjelasan apabila kualitas pendidikan dan kesehatan yang tinggi akan menjadi sebuah hasil. Wujud dari hasil tersebut berupa kesejahteraan serta tingkat harapan hidup yang lebih tinggi pula.
1.1.3
Program pemenuhuan gizi dan pertumbuhan ekonomi
Selain ada hubungan ekonomi dan kesehatan, terdapat keterikatan antara program pemenuhan gizi dan pertumbuhan ekonomi. Perbaikan kualitas gizi mampu menurunkan angka kesehatan maupun kematian. Terutama sekali pada masyarakat yang masih berada di usia produktif.
Selain itu mereka juga bisa membantu pertumbuhan kualitas angkatan muda yang belum bisa bekerja. Bantuan lainnya berupa penambahan jam kerja untuk mereka yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan produk atau bekerja.
Hubungan berikutnya adalah, perbaikan kualitas gizi serta kesehatan bagi tenaga kerja dapat menaikan tingkat efisiensi serta kemampuan dalam bekerja secara individu. Bagi masyarakat usia muda, hal ini bisa dibuktikan dari peningkatan Gross National Product atau GNP melalui tingkat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tersebut berupa pertambahan kenaikan peran serta angkatan kerja di dunia pendidikan meski berjalan secara tidak langsung.
Selain ada hubungan ekonomi dan kesehatan, terdapat keterikatan antara program pemenuhan gizi dan pertumbuhan ekonomi. Perbaikan kualitas gizi mampu menurunkan angka kesehatan maupun kematian. Terutama sekali pada masyarakat yang masih berada di usia produktif.
Selain itu mereka juga bisa membantu pertumbuhan kualitas angkatan muda yang belum bisa bekerja. Bantuan lainnya berupa penambahan jam kerja untuk mereka yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan produk atau bekerja.
Hubungan berikutnya adalah, perbaikan kualitas gizi serta kesehatan bagi tenaga kerja dapat menaikan tingkat efisiensi serta kemampuan dalam bekerja secara individu. Bagi masyarakat usia muda, hal ini bisa dibuktikan dari peningkatan Gross National Product atau GNP melalui tingkat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tersebut berupa pertambahan kenaikan peran serta angkatan kerja di dunia pendidikan meski berjalan secara tidak langsung.
Penghasilan
per kapita juga punya pengaruh besar terhadap pemenuhan kebutuhan gizi. Jika masyarakat
memiliki penghasilan tinggi, tingkat pemenuhan gizinya ikut meningkat. Kondisi
ini selanjutya akan menurunkan kasus-kasus serangan penyakit dan kematian.
Sebaliknya jika masyarakat hanya memiliki penghasilan rendah, kebutuhan gizinya
tidak bisa terpenuhi secara optimal. Maka secara otomatis akan meningkatkan
angka serangan penyakit hingga kematian.
Rendahnya
penghasilan dan kemiskinan adalah salah satu unsur yang memunculkan halangan
pada proses pembangunan ekonomi dan pembangunan kesehatan. Masyarakat yang
hidupnya selalu berada dalam kemiskinan punya resiko lebih tinggi atas serangan
penyakit.
Masalah ini bisa diselesaikan dengan baik apabila pemerintah dibantu pihak lain
yang terkait bersedia memberi pengetahuan pada mereka. Pengetahuan yang
diberikan tersebut berbentuk pemahaman tentang tingkah laku dan tata cara
memperbaiki sekaligus meningkatkan kualitas kesehatan.
Dikarenakan adanya hubungan ekonomi dan kesehatan, pemerintah juga perlu
menjalankan proses pembangunan di kedua bidang tersebut pada waktu yang
bersamaan. Pembangunan ekonomi tidak bisa berjalan lancar jika tidak disertai
dengan peningkatan kualitas kesehatan. Demikian pula sebaliknya, kualitas
kesehatan tidak bisa ditingkatkan tanpa ada pembangunan ekonomi.
1.1.4 Kesehatan dan Kemiskinan
Berbagai indikator kesehatan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah
jika dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi, memperlihatkan
bahwa angka
kesakitan dan kematian secara kuat berkorelasi terbalik dengan pendapatan, seperti terlihat dalam Tabel 2 dibawah ini. Studi lain dilakukan oleh Bank Dunia yang membagi keadaan kesehatan antara kelompok penduduk berpenghasilan tinggi dan rendah pada negara-negara tertentu. Sebagai contoh, tingkat kematian anak pada quantil termiskin di Bolivia dan Turki diperkirakan empat kali lebih besar dibandingkan dengan tingkat kematian pada quantil terkaya. Dengan demikian kebijakan yang diarahkan untuk menanggulangi penyakit malaria dan kekurangan gizi secara langsung merupakan implementasi dari kebijakan mengurangi kemiskinan.
kesakitan dan kematian secara kuat berkorelasi terbalik dengan pendapatan, seperti terlihat dalam Tabel 2 dibawah ini. Studi lain dilakukan oleh Bank Dunia yang membagi keadaan kesehatan antara kelompok penduduk berpenghasilan tinggi dan rendah pada negara-negara tertentu. Sebagai contoh, tingkat kematian anak pada quantil termiskin di Bolivia dan Turki diperkirakan empat kali lebih besar dibandingkan dengan tingkat kematian pada quantil terkaya. Dengan demikian kebijakan yang diarahkan untuk menanggulangi penyakit malaria dan kekurangan gizi secara langsung merupakan implementasi dari kebijakan mengurangi kemiskinan.
Komitmen global untuk
meningkatkan status kesehatan secara jelas dicantumkan dalam Tujuan Pembangunan
Milenium (Millenium Development Goals-MDGs). Tujuan pembangunan milenium
tersebut antara lain: (1) menurunkan angka kematian anak sebesar dua
pertiganya pada tahun 2015 dari keadaan tahun 1990; (2) menurunkan angka
kematian ibu melahirkan sebesar tiga perempatnya pada tahun 2015 dari keadaan
1990; dan (3) menahan peningkatan prevalensi penyakit HIV/AIDS dan penyakit
utama lainnya pada tahun 2015. Tujuan pembangunan milenium difokuskan terhadap
pengurangan kemiskinan pada umumnya dan beberapa tujuan kesehatan pada
khususnya, sehingga terdapat keterkaitan antara upaya keseluruhan penurunan
kemiskinan dengan investasi di bidang kesehatan.
Tabel Angka Harapan Hidup Dan Tingkat Kematian, Menurut Tingkat Kemajuan
Pembangunan Negara (1995-2000)
Tingkat Pembangunan Negara
|
Penduduk
(1999)
Juta
|
Rata-rata Pendapatan Tahunan (US$)
|
Angka Harapan Hidup (Tahun)
|
Angka Kematian Bayi (Per-1000)
|
Angka Kematian Anak Balita (Per-1000)
|
Sangat Terbelakang
|
643
|
296
|
51
|
100
|
159
|
Pendapatan Rendah
|
1777
|
538
|
59
|
80
|
120
|
Pendapatan Menengah-Bawah
|
2094
|
1200
|
70
|
35
|
39
|
Pendapatan Menengah-Atas
|
573
|
4900
|
71
|
26
|
35
|
Pendapatan Tinggi
|
891
|
25730
|
78
|
6
|
6
|
Sub-Sahara Afrika
|
642
|
500
|
51
|
92
|
151
|
Sumber: Human Development
Report 2001, Table 8, and CMH Calculation using World Development Indicators of
the World Bank
Beberapa alasan meningkatnya
beban penyakit pada penduduk miskin adalah: Pertama, penduduk
miskin lebih rentan terhadap penyakit karena terbatasnya akses terhadap air
bersih dan sanitasi serta kecukupan gizi. Kedua, penduduk
miskin cenderung enggan mencari pengobatan walaupun sangat membutuhkan karena
terdapatnya kesenjangan yang besar dengan petugas kesehatan, terbatasnya sumber
daya untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan terbatasnya pengetahuan untuk
menghadapi serangan penyakit.
Konsekuensi ekonomi
jika terjadi serangan penyakit pada anggota keluarga merupakan
bencana jika untuk biaya penyembuhannya mengharuskan menjual aset yang mereka
miliki atau berhutang. Hal ini akan menyebabkan keluarga jatuh kedalam
kemiskinan, dan jika tidak bisa keluar dari hal ini akan mengganggu tingkat
kesejahteraan seluruh anggota keluarga bahkan generasi berikutnya. Serangan
penyakit yang tidak fatal dalam kehidupan awal akan mempunyai pengaruh yang
merugikan selama siklus hidup berikutnya. Pendidikan secara luas dikenal
sebagai kunci dari pembangunan, tetapi masih belum dihargai betapa pentingnya
kesehatan anak dalam pencapaian hasil pendidikan. Kesehatan yang buruk secara
langsung menurunkan potensi kognitif dan secara tidak langsung mengurangi
kemampuan sekolah. Penyakit dapat memelaratkan keluarga melalui menurunnya
pendapatan, menurunnya angka harapan hidup, dan menurunya kesejahteraan
psikologis.
1.2 Hubungan Penyakit Menular dan Tidak Menular
Pengertian, Perbedaan Penyakit Tidak Menular dan Penyakit Menular
1.2 Hubungan Penyakit Menular dan Tidak Menular
Pengertian, Perbedaan Penyakit Tidak Menular dan Penyakit Menular
Penyakit tidak menular dipakai dengan
maksud untuk membedakan kelompok penyakit – penyakit lainnya yang tidak
termasuk dalam penyakit menular. Istilah penyakit tidak menular (PTM) kurang lebih mempunyai kesamaan
dengan beberapa sebutan lainnya, seperti :
1. Penyakit kronis
2. Penyakit noninfeksi
3. New
communicable diseases
4. Penyakit degeneratif
5. Penyakit perilaku
Kesamaan penyebutan ini tidaklah
sepenuhnya memberi kesamaan penuh antara satu dengan lainnya. Penyakit kronis
dapat dipakai untuk PTM karenakelangsungan PTM biasanya bersifat kronis
(menahun) atau lama. Namun demikian ditemukan juga penyakit tidak menular yang
kelangsungannya mendadak / akut,
misalnya keracunan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mempergunakan istilah penyakit kronis
untuk penyakit – penyakit tidak menular. Yang dimaksud dengan penyakit kronis
ini memang jenis – jenis penyakit yang bersifat kronis, dan tidak
memperhatikannya dari segi apakah menular atau tidak.
Nama penyakit non infeksi dipakai
karena proses patologi PTM
bukanlah suatu proses infeksi yang dipicu oleh mikroorganisme. Hanya saja tidak
berarti bahwa kejadian PTM tidak ada hubungannya dengan peranan mikroorganisme. Proses patologi PTM
mempunyai karakteristik tersendiri sesuai dengan jenis penyakit masing –
masing.
Disebut juga sebagai penyakit degeneratif karena
kejadiannya bersangkutan dengan proses degenerasi atau ketuaan, sehingga PTM banyak ditemukan
pada usia lanjut. Karena
perlangsungannya yang lama, menyebabkan PTM berkaitan dengan proses degeneratif
yang berlangsung sesuai waktu / umur.
Sementara itu ada yang secara populer ingin menyebutnya sebagai ‘new communicable disease’ karena
penyakit ini dianggap dapat menular, yaitu melalui gaya hidup. Gaya hidup dalam dunia modern dapat menular dengan
caranya sendiri, tidak seperti penularan klasik penyakit menular yang lewat
suatu rantai penularan tertentu. Gaya hidup didalamnya dapat menyangkut pola makan, kehidupan seksual, dan komunikasi global. Perubahan pola
makan telah mendorong perubahan peningkatan penyakit jantung yang berkaitan dengan makan berlebih
atau kolesterol tinggi.
Karakteristik Penyakit Tidak Menular (PTM) :
Berbeda dengan Penyakit Menular, PTM mempunyai beberapa karakteristik
tersendiri seperti
1. Penularan
penyakit tidak melalui suatu rantai penularan tertentu
2. Masa inkubasi pangjang dan laten
3. Perlangsungan
penyakit yang berlarut-larut (kronis)
4. Banyak
menghadapi kesulitan diagnosis
5. Mempunyai variasi yang luas
6. Memerlukan
biaya tinggi dalam upaya pencegahan maupun penanggulangannya.
7. Faktor
penyebabnya bermacam-macam (multi kausal), bahkan tidak jelas.
Perbandingan gambaran umum penyakit menular dan penyakit
tidak munular.
Penyakit Menular
|
Penyakit Tidak Menular
|
1. Banyak
di negara berkembang
2. Rantai
penularan jelas
3. Perlangsungan
akut
4. Etiologi
organisasi jelas
5. Bersifat
kausa tunggal
6. Diagnosis
mudah
7. Mudah
mencari penyebabnya
8. Biaya
relatif murah
9. Jelas
muncul dipermukaan
10. Morbiditas dan
mortalitasnya cenderung menurun
|
1. Ditemui di
negara industri
2. Tidak ada
rantai penularan
3. Perlangsungan
kronis
4. Etiologi
tidak jelas
5. Biasanya
kausa ganda
6. Diagnosis
sulit
7. Sulit
mencari penyebabnya
8. Biaya mahal
9. Ada iceberg
phenomen
10. Morbilitas dan
mortalitasnya cenderung meningkat
|
Situasi-situasi dimana pengamatan perorangan dianggap kurang cukup untu
menetapkan hubungan antara paparan dengan penyakit dapat disebabkan oleh
faktor-faktor berikut :
1. Masa
laten yang panjang antara exposure dengan
penyakit
2. Frekuensi
paparan faktor resiko yang tidak teratur
3. Insiden penyakit yang rendah
4. Resiko
paparan yang kecil
5. Penyebab
penyakit yang multikompleks.
Dalam menangani masalah PTM, pendekatan dan prinsip-prinsip epidemiologi
perlu diterapkan. Peranan epidemiologi dalam
masalah PTM, adalah :
1. Untuk mengetahui
bagaimana distribusi PTM dalam masyarakat sehingga dapat di identifikasi
besarnya masalah PTM dalam kesehatan
masyarakat
2. Untuk mengetahui apa
yang menjadi penyebab tingginya distribusi PTM dalam suatu masyarakat,
dibandingkan dengan daerah lainnya.
3. Untuk menentukan
pilihan prioritas dalam menangani masalah PTM.
1.3 Sistem Ekonomi Kesehatan Negara Berkembang (3 Negara : Indonesia, Filipina, Vietnam)
1.3.1. Sistem Kesehatan di Indonesia
Indonesia sebenarnya telah memiliki sistem kesehatan sejak 1982 melalui
sistem kesehatan nasional. Untuk Indonesia batasan tentang Sistem Kesehatan
dikenal dengan nama SKN (Sistem Kesehatan Nasional) yang ditetapkan dengan
keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 sebagai pengganti
SKN tahun 1982 yang sudah tidak relevan akibat perubahan iklim politik di
Indonesia serta diterapkannya otonomi daerah sesuai dengan UU No. 22 tahun 1999
(Adisamito, 2010).
Sistem kesehatan di Indonesia berada dalam kebijakan desentralisasi, yang
mempunyai berbagai fungsi, yaitu:
1. Fungsi penyusun kebijakan dan regulator
2. Fungsi pelayanan
3. Fungsi pendanaan
4. Fungsi pengembangan sumber daya manusia
Level negara terdiri dari:
1. Desa
2. Kecamatan
3. Kabupaten
4. Propinsi
5. Negara
Undang-undang No 22 tahun 1999 dan Undang-undang No 32 tahun 2004 mengatur menyatakan bahwa sektor kesehatan merupakan sektor yang terdesentralisasi. Salah satu fungsi yang terdesentralisasi adalah fungsi pelayanan, misalnya: rujukan kesehatan - rujukan pemerintah ke swasta atau swasta ke pemerintah terbagi atas tingkatan:
- Strata
1: Puskesmas, Praktik tenaga kesehatan, klinik, apotik, laboratorium, toko
obat, optik, dan lain-lain
- Strata
2: Praktik tenaga kesehatan spesialis, RS tipe C dan B, apotik,
laboratorium, toko obat, optik, balai-balai kesehatan
- Strata
3: Praktik tenaga kesehatan spesialis konsultan, RS tipe A dan B, apotik,
laboratorium, toko obat, optik, pusat-pusat unggulan nasional
Pelaku pelayanan meliputi:
- Pelayanan
Kesehatan Primer: Dokter Praktek Swasta, Bidan, BP swasta, Puskesmas
- Pelayanan
Kesehatan Sekunder dan Tertier: RS Pemerintah dan RS Swasta
- Pelayanan
Farmasi
- Pelayanan
Laboratorium, dan lain-lain
Fungsi lain adalah fungsi pendanan, yaitu:
- Pemerintah
pusat: Dana APBN untuk Jamkesmas, Jampersal, Subsidi ke RS, dan lain-lain
- Pemerintah
Daerah: APBD, termasuk Jamkesda
- Masyarakat:
Membayar langsung
- Swasta:
Memberikan sumbangan
Alasan pemerintah mendanai pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
- Tanpa
ada dana pemerintah Pelayanan kesehatan merupakan komoditi dagang
- Hanya
masyarakat mampu yang dapat menikmatinya
- Masyarakat
miskin tidak akan mendapat pelayanan
Mekanisme pendanaan pemerintah dapat dilihat dalam gambar berikut:
Fungsi berikutnya adalah Fungsi
Sumber Daya Manusia:
- Pendidikan
tenaga kesehatan: Fakultas Kedokteran, FKM, Fakultas
- Keperawatan
dan lain-lain
- Pendayagunaan
dan pengembangan tenaga kesehatan: Proses rekrutmen, pengembangan,
penyebaran tenaga kesehatan, dll
1.3.2 Sistem kesehatan di Filipina
• Sistem kesehatan Filipina
tumbuh dari dorongan proses perkembangan kebijakan kesehatan oleh pemerintah
nasional. Sebelum upaya desentralisasi dilakukan, Filipina telah melaksanakan
strategi pengembangan kesehatan yang didasarkan pada sistem pembiayaan
pemerintah, manajemen publik, dan layanan yang bersifat multitier delivery.
• Sistem yang dianut oleh
Filipina ini bertumpu pada unit kesehatan daerah (Regional Health Units/RHUs)
yang memberikan pelayanan KIA, rawat jalan umum dan kesehatan gigi, keluarga
berencana dan layanan gizi, kontrol penyakit tertentu, pendidikan kesehatan,
dan sanitasi lingkungan.
• Pada tahun 1981 ada sekitar 2000 RHUs, masing-masing dikepalai oleh pejabat kesehatan kota (municipal) dibantu oleh perawat kesehatan, pengawas sanitasi, dan 4-5 bidan. Masing-masing RHU bertanggung jawab untuk 3-4 unit kesehatan barangay (BHS) yang didirikan untuk melayani desa sekitarnya; pelayanan di BHS 364 dilaksanakan oleh seorang bidan terampil dan beberapa pekerja kesehatan sukarela.
• Pada tahun 1981 ada sekitar 2000 RHUs, masing-masing dikepalai oleh pejabat kesehatan kota (municipal) dibantu oleh perawat kesehatan, pengawas sanitasi, dan 4-5 bidan. Masing-masing RHU bertanggung jawab untuk 3-4 unit kesehatan barangay (BHS) yang didirikan untuk melayani desa sekitarnya; pelayanan di BHS 364 dilaksanakan oleh seorang bidan terampil dan beberapa pekerja kesehatan sukarela.
• Akibatnya sistem Filipina
tampak sangat tersentralisasi, diwarnai fragmentasi dan duplikasi antara unit
pusat dan daerah, dan keterkaitan yang lemah antara program daerah dengan
kampanye penyakit tertentu yang dikoordinasi oleh pusat. Sebuah kajian
komprehensif yang dilakukan pada tahun 1993 menunjukkan gejala yang
mengkhawatirkan pada kondisi kesehatan publik, misalnya angka differential
kematian ibu yang tinggi dan tren yang negatif di beberapa wilayah; status gizi
buruk pada keluarga ekonomi lemah; penurunan tingkat kesuburan yang lambat; dan
rendahnya tingkat kepuasan konsumen terhadap fasilitas kesehatan.
• Departemen Kesehatan mengadopsi peran “Servicer of Servicers” terhadap LGU’s. Pendekatan pelayanan kesehatan dasar (primary health care) dipilih sebagai strategi utama dengan penekanan pada kebutuhan untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses melalui pendekatan partisipatori. Pendekatan ini mencakup pelatihan bagi tenaga kesehatan di BHWs, pendidikan kesehatan dan pengembangan, serta pengorganisasian masyarakat (community building and organizing). Dengan demikian, Departemen Kesehatan Filipina memainkan peran baru yang penting yaitu sebagai pendukung dari sisi 368 kewenangan teknis sistem kesehatan.
Fungsi baru Departemen Kesehatan dapat dinyatakan sebagai berikut:
• Departemen Kesehatan mengadopsi peran “Servicer of Servicers” terhadap LGU’s. Pendekatan pelayanan kesehatan dasar (primary health care) dipilih sebagai strategi utama dengan penekanan pada kebutuhan untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses melalui pendekatan partisipatori. Pendekatan ini mencakup pelatihan bagi tenaga kesehatan di BHWs, pendidikan kesehatan dan pengembangan, serta pengorganisasian masyarakat (community building and organizing). Dengan demikian, Departemen Kesehatan Filipina memainkan peran baru yang penting yaitu sebagai pendukung dari sisi 368 kewenangan teknis sistem kesehatan.
Fungsi baru Departemen Kesehatan dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Pengawasan (pengawasan umum terhadap penyediaan pelayanan kesehatan di
lapangan).
2. Monitoring dan evaluasi.
3. Menyusun peraturan dan guidelines.
4. Pemberian bimbingan teknis atau bimbingan lain yang sejenis.
5. Melaksanakan kewenangan dan fungsi sebagai :
a. Komponen program nasional yang
didanai oleh sumber luar negeri.
b. Pelaksana pilot project untuk
program yang akan diterapkan secara nasional.
c. Penyedia program pemberantasan penyakit sesuai kesepakatan internasional, misalnya untuk penyakit-penyakit yang membutuhkan karantina atau penyakit yang tercakup di dalam program pemberantasan (eradikasi).
d. Fungsi regulator, perizinan dan akreditasi sesuai dengan peraturan yang berlaku; misalnya untuk Biro Pangan dan Obat, perizinan rumahsakit, rumah sakit daerah, dan lain lain.
e. Memilih wakil Departemen Kesehatan untuk melaksanakan kebijakan dan program Departemen Kesehatan di tingkat LGUs.
1.3.3 Sistem Kesehatan di Vietnam
Menurut hasil awal dari Sensus Penduduk Nasional tahun 2009, populasi Vietnam adalah 85.800.000 orang. Dengan populasi yang besar, Vietnam menempati peringkat ketiga di Asia Tenggara dan ketiga belas di dunia dalam hal total jumlah populasi. Sekitar 69% penduduk tinggal di daerah pedesaan (GSO, 2009).
c. Penyedia program pemberantasan penyakit sesuai kesepakatan internasional, misalnya untuk penyakit-penyakit yang membutuhkan karantina atau penyakit yang tercakup di dalam program pemberantasan (eradikasi).
d. Fungsi regulator, perizinan dan akreditasi sesuai dengan peraturan yang berlaku; misalnya untuk Biro Pangan dan Obat, perizinan rumahsakit, rumah sakit daerah, dan lain lain.
e. Memilih wakil Departemen Kesehatan untuk melaksanakan kebijakan dan program Departemen Kesehatan di tingkat LGUs.
1.3.3 Sistem Kesehatan di Vietnam
Menurut hasil awal dari Sensus Penduduk Nasional tahun 2009, populasi Vietnam adalah 85.800.000 orang. Dengan populasi yang besar, Vietnam menempati peringkat ketiga di Asia Tenggara dan ketiga belas di dunia dalam hal total jumlah populasi. Sekitar 69% penduduk tinggal di daerah pedesaan (GSO, 2009).
Bahkan sebelum masuk ke dalam kelompok negara-negara berpenghasilan
menengah, Vietnam telah mencapai perbaikan yang signifikan di semua bidang
kesehatan. Pada tahun 2005, usia harapan hidup di Vietnam cukup baik
dibandingkan dengan penduduk Malaysia.
Seperti sistem pembiayaan kesehatan negara-negara sosialis lainnya di masa lalu, Pembiayaan kesehatan Vietnam telah didasarkan pada pendapatan pemerintah secara umum. Sistem pelayanan kesehatan telah berhasil dalam mengembangkan jaringan layanan kesehatan yang menyediakan perawatan kesehatan primer gratis dan pelayanan rujukan bagi semua warga negara. Pada akhir 1970-an, negara mengalami krisis ekonomi yang serius dan pada tahun 1986 pemerintah meluncurkan Doi Moi-nya (atau "renovasi") reformasi ekonomi. Di bidang kesehatan, empat besar reformasi diperkenalkan, yaitu: pengenalan retribusi, pengenalan asuransi kesehatan, izin praktek swasta dalam perawatan kesehatan, dan pembukaan pasar farmasi. Sebagaimana reformasi dilaksanakan, pengeluaran untuk kesehatan perawatan meningkat drastis, mencapai 71% dari total pengeluaran kesehatan pada tahun 1993 dan terus meningkat menjadi 80% pada tahun 1998 (Liebermann / Wagstaff, 2009).
Seperti sistem pembiayaan kesehatan negara-negara sosialis lainnya di masa lalu, Pembiayaan kesehatan Vietnam telah didasarkan pada pendapatan pemerintah secara umum. Sistem pelayanan kesehatan telah berhasil dalam mengembangkan jaringan layanan kesehatan yang menyediakan perawatan kesehatan primer gratis dan pelayanan rujukan bagi semua warga negara. Pada akhir 1970-an, negara mengalami krisis ekonomi yang serius dan pada tahun 1986 pemerintah meluncurkan Doi Moi-nya (atau "renovasi") reformasi ekonomi. Di bidang kesehatan, empat besar reformasi diperkenalkan, yaitu: pengenalan retribusi, pengenalan asuransi kesehatan, izin praktek swasta dalam perawatan kesehatan, dan pembukaan pasar farmasi. Sebagaimana reformasi dilaksanakan, pengeluaran untuk kesehatan perawatan meningkat drastis, mencapai 71% dari total pengeluaran kesehatan pada tahun 1993 dan terus meningkat menjadi 80% pada tahun 1998 (Liebermann / Wagstaff, 2009).
Skema ini dilaksanakan di seluruh provinsi (yaitu nasional), yang dikelola oleh lembaga asuransi kesehatan provinsi dan diawasi oleh departemen kesehatan provinsi; skema mencakup semua penduduk yang memenuhi syarat pada awal 1993. Ini merupakan sistem pendanaan multipel, dengan satu dana asuransi kesehatan di setiap provinsi dan dana cadangan nasional. Tingkat premi untuk pekerja sektor formal pada periode 1992-2009 adalah 3% dari gaji mereka, pengusaha menyumbang 2% dan kontribusi karyawan 1%. Selama periode ini, premi diaplikasikan pada sektor informal, tanpa subsidi pemerintah.
Lima tahun kemudian, pada tahun 1998, pemerintah mengumumkan dekrit yang lain dalam bidang kesehatan asuransi (Keputusan 58/1998/ND-CP) yang menyatukan semua dana asuransi kesehatan provinsi menjadi dana asuransi kesehatan nasional tunggal dan yang memperbesar jangkauan skema asuransi kesehatan bagi anggota Dewan Kongres dan Orang; guru pra-sekolah, orang berjasa, orang yang dilindungi secara sosial, tanggungan perwira tentara dan tentara serta mahasiswa asing di Vietnam.
Dalam rangka meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan kelompok populasi yang rentan lainnya, Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan yang bertujuan menyediakan cakupan kepada orang miskin, baik dengan pembebasan masyarakat miskin dari membayar biaya jasa kesehatan yang diberikan atau dengan menutupi dana kesehatan mereka melalui asuransi kesehatan. Seiring waktu, kebijakan yang mendukung masyarakat miskin ini berevolusi dan beradaptasi. Kebijakan pembebasan biaya bagi masyarakat miskin, diterbitkan pada tahun 1994. Keputusan tersebut menyatakan bahwa masyarakat miskin harus dibebaskan dari membayar retribusi, namun pemerintah tidak menyediakan dana untuk pelaksanaan, fasilitas kesehatan tidak menerima dana tambahan untuk hilangnya pendapatan pada saat membebaskan pasien. Pada tahun 1999, Edaran menyatakan bahwa provinsi harus menggunakan dana APBD untuk mendaftar minimal 30% dari masyarakat miskin dalam kesehatan wajib asuransi. Pada tahun 2002, Keputusan 139, dalam upaya lebih lanjut, menyebabkan pengenalan Dana Kesehatan Perawatan untuk Masyarakat Miskin (termasuk etnis minoritas) di setiap provinsi, baik untuk mendaftarkan mereka di asuransi kesehatan atau untuk mengganti penyedia pelayanan kesehatan gratis biaya untuk mereka. Dalam prakteknya, Pemerintah daerah dapat memilih atau memberlakukan pilihan, contoh beberapa orang miskin yang terdaftar dalam asuransi kesehatan, sedangkan yang lain sudah menyediakan perawatan kesehatan gratis tanpa status asuransi kesehatan. Kebijakan ini, terutama Biaya pembebasan komponen langsung, ketika dimasukkan ke dalam praktek, menghadapi kesulitan administratif, seperti mengidentifikasi orang miskin, mengeluarkan kartu yang menyatakan status mereka sebagai "Miskin", yang memungkinkan masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, mendefinisikan manfaat yang melekat pada kartu pemegang, dll. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa orang miskin mengeluh terjadinya diskriminasi dan tidak dapat menikmati layanan penuh dari kebijakan kesehatan ini (Liebermann / Wagstaff, 2009).
Dalam pandangan kelemahan dari program ini, Kebijakan pro- masyarakat miskin telah dimodifikasi lebih lanjut dan sejak tahun 2005, dengan penerbitan Kesehatan Keputusan Asuransi 63, kebijakan pembebasan langsung tidak lagi diterapkan. Dekrit 63 menyatakan bahwa semua orang miskin harus mendaftar di asuransi kesehatan wajib dengan dana pemerintah mensubsidi premium mereka. Hukum asuransi kesehatan yang dikeluarkan pada tahun 2008 terus untuk memperbaiki kebijakan itu dan pada tahun 2009, semua propinsi mengimplementasikannya. Sekitar 15 juta orang miskin dan etnis minoritas yang sekarang tercakup oleh asuransi kesehatan bersubsidi. Kebijakan ini telah mengurangi risiko lonjakan pengeluaran untuk kesehatan dalam menangani orang miskin (Oanh et al, 2005;. Wagstaff, 2007). Selanjutnya, pada tahun 2005, Majelis Nasional membentuk Undang-Undang Pendidikan, Kesehatan dan Perlindungan Anak-anak dan mengikuti Undang-undang ini, semua anak di bawah usia 6 tahun yang disediakan perawatan kesehatan gratis.
Karena reformasi selama pelaksanaan kebijakan Doi Moi, Sistem pembiayaan kesehatan membuat transisi dari sistem berbasis pajak menjadi sistem dengan berbagai sumber pembiayaan. Saat ini, sumber utama pembiayaan bersifat umum pendapatan pemerintah, dana SHI, dan pembayaran rumah tangga. Sumber minor lainnya adalah bantuan luar, bantuan pembangunan luar negeri dan asuransi kesehatan swasta.
|Sosialisme Negara Vietnam
Vietnam merupakan salah 1 negara yang menganut sistem ekonomi Sosialis. Sistem ekonomi sosialis yaitu sistem ekonomi yang seluruh kegiatan ekonominya direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh pemerintah secara terpusat. Vietnam yang menganut sistem tunggal dengan Republik Sosialis Vietnam sebagai partai tunggal negara. Sejak awal Vietnam yakin bahwa sosialis lah yang akan menang dalam pertarungan blok barat dan blok timur. Para pemimpin Vietnam percaya akan keungulan sosialisme, hal ini telihat dari sikap mereka yang optimisme bahwa kapitalisme yang akan kalah. Dalam pemerintahan, negara Vietnam berlandaskan sistem demokratis-sentralisme yaitu dimana kehendak rakyat disalurkan dari bawah lalu disaring keatas dan dikembalikan lagi kebawah yang bersifat perintah atau komando. Dari segi ideologi Vietnam menganut ideologi komunis dengan faham Marxisme-Leninisme serta ajaran-ajaran Ho Chi Minh. Faham inilah yang menjadi ilham dan menerangi pemikiran serta sikap bangsa Vietnam dalam menghadapi musuh-musuh imperialisme dan kolonialisme. Mereka juga menganggap bahwa masyarakat sosialis adalah masyarakat masa depan.
Sebagai negara sosialis dengan sistem satu partai, pemerintahan Vietnam dijalankan secara sentralistik dalam setiap pengambilan kebijakan. Termasuk dalam pembuatan kebijakan luar negeri, dimana Partai Komunis Vietnam (PKV) sebagai partai tunggal memegang posisi penting untuk menentukan hubungan luar negeri Vietnam. Sistem sosialis yang dijalankan Vietnam selama ini dianggap kurang menguntungkan pada bidang ekonomi.
Mengingat basis ekonomi Vietnam adalah pertanian dengan tingkat produktivitas yang rendah menjadikan negara ini tidak mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik dan justru sangat rentan dengan krisis, belum lagi akibat peperangan yang dulu menyebabkan perekonomian Vietnam menjadi terpuruk. Keterpurukan ekonomi ini menyebabkan perubahan dalam perpolitikan Vietnam karena dalam konggres keenam di Hanoi menghasilkan suatu keputusan yang dikenal sebagai “Doi Moi” atau kebijakan renovasi pada tahun 1986. Ini tentunya tidak terlepas dari pengaruh kepentingan nasional Vietnam. Lemahnya ekonomi domestik dan kuatnya kekuasaan politik partai komunis tentu menjadi sebuah pertimbangan yang cukup penting dalam menentukan arah kebijakan luar negeri Vietnam.
Doi Moi adalah istilah yang digunakan untuk menyebut 'renovasi' atau 'pembaharuan' bagi perekonomian di Vietnam, yang dicanangkan pada Kongres Nasional ke-6 Partai Komunis Vietnam pada bulan Desember 1986. Ketika itu, Vietnam sedang dilanda permasalahan ekonomi yang amat besar. Walaupun harga barang tetap murah berkat adanya kendali harga yang diberlakukan pemerintah, inflasi tahunan Vietnam mencapai 700%. Akibatnya nilai ekpsor Vietnam menjadi hanya setengah dari nilai barang yang diimpor Vietnam. Berbagai lembaga pemerintahan harus mengalami pengurangan dana untuk tetap mempertahankan biaya militer Vietnam yang tinggi. Hal ini semakin diperparah dengan tidak adanya investasi asing di Vietnam.
Menyikapi permasalahan ekonomi yang amat parah ini, Kongres Partai Keenam di tahun 1986 meluncurkan kebijakan Doi Moi untuk melakukan reformasi total terhadap sistem perekonomian Vietnam. Dengan kebijakan ini, sistem manajemen birokrasi terpusat yang berdasarkan pada subsidi negara pun dihapus, digantikan dengan sistem ekonomi yang bersifat multi-sektor, berorientasi pasar, dan membuka kesempatan bagi sektor swasta untuk bersaing dengan negara dalam sektor-sektor yang tidak strategis. Dengan demikian, peran negara di dalam pasar semakin berkurang, harga barang tidak lagi ditentukan oleh pemerintah, dan ekonomi pasar dapat beroperasi di Vietnam.
BAB
II
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bimbie.com/hubungan-ekonomi-dan-kesehatan.htm
http://dahyarmasuku82.blogspot.co.id/2011/12/pengaruh-pembangunan-ekonomi-terhadap.html
http://doktergigi-semarang.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-perbedaan-penyakit-tidak.html
M.N. Bustan, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.
http://sakinahkreatif.blogspot.co.id/2014/08/konsep-dasar-ekonomi-kesehatan.html
https://id.scribd.com/doc/211193950/Sistem-Kesehatan-Di-Filipina
https://id.scribd.com/doc/167161998/SKN-Di-Vietnam
Tran Van Tien, Hoang Thi Phuong, Inke Mathauer and
Nguyen Thi Kim Phuong. 2011. A Health Financing Review of Vietnam With A
Focus on Social Health Insurance. World Health Organization
http://documents.tips/download/link/sistem-ekonomi-sosialis-vietnam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar