Jumat, 25 November 2016

06. Makalah tentang Pertumbuhan Ekonomi Hubungan Dengan Kesehatan dan Kematian, Hubungan Penyakit Menular dan Tidak Menular & Sistem Ekonomi Kesehatan Negara Berkembang (3 Negara : Indonesia, Filipina, Vietnam)

                                                                        MAKALAH


                                    Dosen  :  Adisti A. Rumayar, SKM, M.Kes., MPH



                                                                        Topik :

1. Pertumbuhan Ekonomi Hubungan Dengan Kesehatan dan Kematian, Hubungan Penyakit Menular dan Tidak Menular
2. Sistem Ekonomi Kesehatan Negara Berkembang (3 Negara : Indonesia, Filipina, Vietnam)

              


Nama               : Junianti Ahmad
NIM                : 14111101017
Kelas               : AKK
Semester          : 5
Tugas               : Ekonomi Kesehatan





FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
       UNIVERSITAS SAM RATULANGI
      MANADO
      2016

 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
            Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang lain yang membacanya.
Terlepas dari semua itu, karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami,  kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini
























                                                                        DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................1
Daftar Isi..................................................................................................................................2
Bab I   : Pembahasan...............................................................................................................3
            1.1 Pertumbuhan Ekonomi Hubungan Dengan Kesehatan dan Kematian..................3
            1.1.1 Hubungan mikro.................................................................................................3
            1.1.2 Hubungan makro................................................................................................3
            1.1.3 Program pemenuhuan gizi dan pertumbuhan ekonomi......................................3
            1.1.4 Kesehatan dan Kemiskinan................................................................................4
            1.2 Hubungan Penyakit Menular dan Tidak Menular.................................................5
            1.3 Sistem Ekonomi Kesehatan Negara Berkembang (3 Negara : Indonesia, Filipina, Vietnam).................................................................................................................................7
            1.3.1. Sistem Kesehatan di Indonesia.........................................................................7
            1.3.2 Sistem kesehatan di Filipina..............................................................................8
            1.3.3 Sistem Kesehatan di Vietnam............................................................................9
Bab II : Penutup....................................................................................................................12
Daftar Pustaka.......................................................................................................................12





















                                                                        BAB I
                                                                PEMBAHASAN

            1.1 Pertumbuhan Ekonomi Hubungan Dengan Kesehatan dan Kematian

Unsur ekonomi khususnya penghasilan merupakan syarat paling utama agar dapat memenuhi kebutuhan kesehatan. Banyak bukti tentang adanya hubungan ekonomi dan kesehatan dalam proses pembangunan suatu bangsa.

Faktor kesehatan tersebut diantaranya adalah sarana maupun prasarana kesehatan yang baik. Misalnya kondisi lingkungan beserta kualitas makanan yang setiap harinya dikonsumsi oleh masyarakat. Penyediaan fasilitas tersebut harus dijalankan secara terpadu dan terarah.

Munculnya keterkaitan tersebut juga memberi pengaruh pada peningkatan  perekonomian di keluarga. Contohnya adalah pekerjaan serta tingkat penghasilan yang diperoleh oleh keluarga dan pendidikan untuk anak-anaknya.
1.1.1 Hubungan mikro
Dalam proses pembangunan ekonomi, terdapat dua macam hubungan kesehatan dan ekonomi pada suatu bangsa. Yang pertama dinamakan tingkatan mikro, yaitu tingkatan yang ada pada setiap individu atau keluarga.
 Bagi tiap individu dan keluarga, kesehatan merupakan modal paling utama untuk bekerja dan memperoleh pendidikan yang layak. Jika tenaga kerja mempunyai kesehatan yang prima baik secara fisik maupun mental, tingkat produktifitasnya juga tinggi. Sehingga penghasilan yang didapat juga tinggi.
1.1.2 Hubungan makro
Pola hubungan ekonomi dan kesehatan kedua disebut tingkatan makro. Pengertiannya adalah, masyarakat yang mempunyai tingkat kualitas kesehatan tinggi menjadi sumber masukan yang sangat penting. Sumber masukan tersebut merupakan semacam alat guna menurunkan tingkat kemiskinan sekaligus menumbuhkan perekonomian.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi bisa berjalan lebih cepat apabila memperoleh suport dari terobosan-terobisan yang dilakukan pada bidang kesehatan. Misalnya pemenuhan kebutuhan gizi dan pemberantasan serta penyembuhan penyakit di masyarakat.

Ilmu ekonomi makro memberikan penjelasan apabila kualitas pendidikan dan kesehatan yang tinggi akan menjadi sebuah hasil. Wujud dari hasil tersebut berupa kesejahteraan serta tingkat harapan hidup yang lebih tinggi pula.
1.1.3 Program pemenuhuan gizi dan pertumbuhan ekonomi
Selain ada hubungan ekonomi dan kesehatan, terdapat keterikatan antara program pemenuhan gizi dan pertumbuhan ekonomi. Perbaikan kualitas gizi mampu menurunkan angka kesehatan maupun kematian. Terutama sekali pada masyarakat yang masih berada di usia produktif.

Selain itu mereka juga bisa membantu pertumbuhan kualitas angkatan muda yang belum bisa bekerja. Bantuan lainnya berupa penambahan jam kerja untuk mereka yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan produk atau bekerja.

Hubungan berikutnya adalah, perbaikan kualitas gizi serta kesehatan bagi tenaga kerja dapat menaikan tingkat efisiensi serta kemampuan dalam bekerja secara individu. Bagi masyarakat usia muda, hal ini bisa dibuktikan dari peningkatan Gross National Product atau GNP melalui tingkat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tersebut berupa pertambahan kenaikan peran serta angkatan kerja di dunia pendidikan meski berjalan secara tidak langsung. 

Penghasilan per kapita juga punya pengaruh besar terhadap pemenuhan kebutuhan gizi. Jika masyarakat memiliki penghasilan tinggi, tingkat pemenuhan gizinya ikut meningkat. Kondisi ini selanjutya akan menurunkan kasus-kasus serangan penyakit dan kematian.

Sebaliknya jika masyarakat hanya memiliki penghasilan rendah, kebutuhan gizinya tidak bisa terpenuhi secara optimal. Maka secara otomatis akan meningkatkan angka serangan penyakit hingga kematian.

Rendahnya penghasilan dan kemiskinan adalah salah satu unsur yang memunculkan halangan pada proses pembangunan ekonomi dan pembangunan kesehatan. Masyarakat yang hidupnya selalu berada dalam kemiskinan punya resiko lebih tinggi atas serangan penyakit.

Masalah ini bisa diselesaikan dengan baik apabila pemerintah dibantu pihak lain yang terkait bersedia memberi pengetahuan pada mereka. Pengetahuan yang diberikan tersebut berbentuk pemahaman tentang tingkah laku dan tata cara memperbaiki sekaligus meningkatkan kualitas kesehatan.

Dikarenakan adanya hubungan ekonomi dan kesehatan, pemerintah juga perlu menjalankan proses pembangunan di kedua bidang tersebut pada waktu yang bersamaan. Pembangunan ekonomi tidak bisa berjalan lancar jika tidak disertai dengan peningkatan kualitas kesehatan. Demikian pula sebaliknya, kualitas kesehatan tidak bisa ditingkatkan tanpa ada pembangunan ekonomi.

1.1.4 Kesehatan dan Kemiskinan


Berbagai indikator kesehatan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah
jika dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi, memperlihatkan bahwa angka
kesakitan dan kematian secara kuat berkorelasi terbalik dengan pendapatan, seperti terlihat dalam Tabel 2 dibawah ini. Studi lain dilakukan oleh Bank Dunia yang membagi keadaan kesehatan antara kelompok penduduk berpenghasilan tinggi dan rendah pada negara-negara tertentu. Sebagai contoh, tingkat kematian anak pada quantil termiskin di Bolivia dan Turki diperkirakan  empat kali lebih besar dibandingkan dengan tingkat kematian pada quantil terkaya. Dengan demikian kebijakan yang diarahkan untuk menanggulangi penyakit malaria dan kekurangan gizi secara langsung merupakan implementasi dari kebijakan mengurangi kemiskinan.
         
Komitmen global untuk meningkatkan status kesehatan secara jelas dicantumkan dalam Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals-MDGs). Tujuan pembangunan milenium tersebut antara lain: (1) menurunkan angka kematian anak sebesar  dua pertiganya pada tahun 2015 dari keadaan tahun 1990; (2) menurunkan angka kematian ibu melahirkan sebesar tiga perempatnya pada tahun 2015 dari keadaan 1990; dan (3) menahan peningkatan prevalensi penyakit HIV/AIDS dan penyakit utama lainnya pada tahun 2015. Tujuan pembangunan milenium difokuskan terhadap pengurangan kemiskinan pada umumnya dan beberapa tujuan kesehatan pada khususnya, sehingga terdapat keterkaitan antara upaya keseluruhan penurunan kemiskinan dengan investasi di bidang kesehatan.
           
Tabel Angka Harapan Hidup Dan Tingkat Kematian, Menurut Tingkat Kemajuan Pembangunan Negara (1995-2000)

Tingkat Pembangunan Negara
Penduduk
(1999)
Juta
Rata-rata Pendapatan Tahunan (US$)
Angka Harapan Hidup (Tahun)
Angka Kematian Bayi (Per-1000)
Angka Kematian Anak Balita (Per-1000)
Sangat Terbelakang
643
296
51
100
159
Pendapatan Rendah
1777
538
59
80
120
Pendapatan Menengah-Bawah
2094
1200
70
35
39
Pendapatan Menengah-Atas
573
4900
71
26
35
Pendapatan Tinggi
891
25730
78
6
6
Sub-Sahara Afrika
642
500
51
92
151

Sumber: Human Development Report 2001, Table 8, and CMH Calculation using World Development Indicators of the World Bank

Beberapa alasan meningkatnya beban penyakit pada penduduk miskin adalah: Pertama, penduduk miskin lebih rentan terhadap penyakit karena terbatasnya akses terhadap air bersih dan sanitasi serta kecukupan gizi. Kedua, penduduk miskin cenderung enggan mencari pengobatan walaupun sangat membutuhkan karena terdapatnya kesenjangan yang besar dengan petugas kesehatan, terbatasnya sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan terbatasnya pengetahuan untuk menghadapi serangan penyakit.

Konsekuensi ekonomi jika terjadi serangan penyakit pada anggota keluarga  merupakan bencana jika untuk biaya penyembuhannya mengharuskan menjual aset yang mereka miliki atau berhutang. Hal ini akan menyebabkan keluarga jatuh kedalam kemiskinan, dan jika tidak bisa keluar dari hal ini akan mengganggu tingkat kesejahteraan seluruh anggota keluarga bahkan generasi berikutnya. Serangan penyakit yang tidak fatal dalam kehidupan awal akan mempunyai pengaruh yang merugikan selama siklus hidup berikutnya. Pendidikan secara luas dikenal sebagai kunci dari pembangunan, tetapi masih belum dihargai betapa pentingnya kesehatan anak dalam pencapaian hasil pendidikan. Kesehatan yang buruk secara langsung menurunkan potensi kognitif dan secara tidak langsung mengurangi kemampuan sekolah. Penyakit dapat memelaratkan keluarga melalui menurunnya pendapatan, menurunnya angka harapan hidup, dan menurunya kesejahteraan psikologis.


                                    1.2 Hubungan Penyakit Menular dan Tidak Menular

Pengertian, Perbedaan Penyakit Tidak Menular dan Penyakit Menular
Penyakit tidak menular dipakai dengan maksud untuk membedakan kelompok penyakit – penyakit lainnya yang tidak termasuk dalam penyakit menular. Istilah penyakit tidak menular (PTM) kurang lebih mempunyai kesamaan dengan beberapa sebutan lainnya, seperti : 
1.      Penyakit kronis
2.      Penyakit noninfeksi
3.      New communicable diseases
4.      Penyakit degeneratif
5.      Penyakit perilaku
Kesamaan penyebutan ini tidaklah sepenuhnya memberi kesamaan penuh antara satu dengan lainnya. Penyakit kronis dapat dipakai untuk PTM karenakelangsungan PTM biasanya bersifat kronis (menahun) atau lama. Namun demikian ditemukan juga penyakit tidak menular yang kelangsungannya mendadak / akut, misalnya keracunan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mempergunakan istilah penyakit kronis untuk penyakit – penyakit tidak menular. Yang dimaksud dengan penyakit kronis ini memang jenis – jenis penyakit yang bersifat kronis, dan tidak memperhatikannya dari segi apakah menular atau tidak.
Nama penyakit non infeksi dipakai karena proses patologi PTM bukanlah suatu proses infeksi yang dipicu oleh mikroorganisme. Hanya saja tidak berarti bahwa kejadian PTM tidak ada hubungannya dengan peranan mikroorganisme. Proses patologi PTM mempunyai karakteristik tersendiri sesuai dengan jenis penyakit masing – masing.
Disebut juga sebagai penyakit degeneratif karena kejadiannya bersangkutan dengan proses degenerasi atau ketuaan, sehingga PTM banyak ditemukan pada usia lanjut. Karena perlangsungannya yang lama, menyebabkan PTM berkaitan dengan proses degeneratif yang berlangsung sesuai waktu / umur.
Sementara itu ada yang secara populer ingin menyebutnya sebagai ‘new communicable disease’ karena penyakit ini dianggap dapat menular, yaitu melalui gaya hidup. Gaya hidup dalam dunia modern dapat menular dengan caranya sendiri, tidak seperti penularan klasik penyakit menular yang lewat suatu rantai penularan tertentu. Gaya hidup didalamnya dapat menyangkut pola makan, kehidupan seksual, dan komunikasi global. Perubahan pola makan telah mendorong perubahan peningkatan penyakit jantung yang berkaitan dengan makan berlebih atau kolesterol tinggi.

Karakteristik Penyakit Tidak Menular (PTM) :
Berbeda dengan Penyakit Menular, PTM mempunyai beberapa karakteristik tersendiri seperti
1.      Penularan penyakit tidak melalui suatu rantai penularan tertentu
2.      Masa inkubasi pangjang dan laten
3.      Perlangsungan penyakit yang berlarut-larut (kronis)
4.      Banyak menghadapi kesulitan diagnosis
5.      Mempunyai variasi yang luas
6.      Memerlukan biaya tinggi dalam upaya pencegahan maupun penanggulangannya.
7.      Faktor penyebabnya bermacam-macam (multi kausal), bahkan tidak jelas.

Perbandingan gambaran umum penyakit menular dan penyakit tidak munular.
Penyakit Menular
Penyakit Tidak Menular
1.      Banyak di negara berkembang
2.      Rantai penularan jelas
3.      Perlangsungan akut
4.      Etiologi organisasi jelas
5.      Bersifat kausa tunggal
6.      Diagnosis mudah
7.      Mudah mencari penyebabnya
8.      Biaya relatif murah
9.      Jelas muncul dipermukaan
10.  Morbiditas dan mortalitasnya cenderung menurun
1.    Ditemui di negara industri
2.    Tidak ada rantai penularan
3.    Perlangsungan kronis
4.    Etiologi tidak jelas
5.    Biasanya kausa ganda
6.    Diagnosis sulit
7.    Sulit mencari penyebabnya
8.    Biaya mahal
9.    Ada iceberg phenomen
10.  Morbilitas dan mortalitasnya cenderung meningkat

Situasi-situasi dimana pengamatan perorangan dianggap kurang cukup untu menetapkan hubungan antara paparan dengan penyakit dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut :
1.      Masa laten yang panjang antara exposure dengan penyakit
2.      Frekuensi paparan faktor resiko yang tidak teratur
3.      Insiden penyakit yang rendah
4.      Resiko paparan yang kecil
5.      Penyebab penyakit yang multikompleks.

Dalam menangani masalah PTM, pendekatan dan prinsip-prinsip epidemiologi perlu diterapkan. Peranan epidemiologi dalam masalah PTM, adalah :
1.      Untuk mengetahui bagaimana distribusi PTM dalam masyarakat sehingga dapat di identifikasi besarnya masalah PTM dalam kesehatan masyarakat
2.      Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab tingginya distribusi PTM dalam suatu masyarakat, dibandingkan dengan daerah lainnya.
3.      Untuk menentukan pilihan prioritas dalam menangani masalah PTM.


            1.3 Sistem Ekonomi Kesehatan Negara Berkembang (3 Negara : Indonesia, Filipina, Vietnam)

1.3.1. Sistem Kesehatan di Indonesia

Indonesia sebenarnya telah memiliki sistem kesehatan sejak 1982 melalui sistem kesehatan nasional. Untuk Indonesia batasan tentang Sistem Kesehatan dikenal dengan nama SKN (Sistem Kesehatan Nasional) yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 sebagai pengganti SKN tahun 1982 yang sudah tidak relevan akibat perubahan iklim politik di Indonesia serta diterapkannya otonomi daerah sesuai dengan UU No. 22 tahun 1999 (Adisamito, 2010).
Sistem kesehatan di Indonesia berada dalam kebijakan desentralisasi, yang mempunyai berbagai fungsi, yaitu:
1.    Fungsi penyusun kebijakan dan regulator
2.    Fungsi pelayanan
3.    Fungsi pendanaan
4.    Fungsi pengembangan sumber daya manusia
Level negara terdiri dari:
1.    Desa
2.    Kecamatan
3.    Kabupaten
4.    Propinsi
5.    Negara

Undang-undang No 22 tahun 1999 dan Undang-undang No 32 tahun 2004 mengatur menyatakan bahwa sektor kesehatan merupakan sektor yang terdesentralisasi. Salah satu fungsi yang terdesentralisasi adalah fungsi pelayanan, misalnya: rujukan kesehatan - rujukan pemerintah ke swasta atau swasta ke pemerintah terbagi atas tingkatan:
  1. Strata 1: Puskesmas, Praktik tenaga kesehatan, klinik, apotik, laboratorium, toko obat, optik, dan lain-lain
  2. Strata 2: Praktik tenaga kesehatan spesialis, RS tipe C dan B, apotik, laboratorium, toko obat, optik, balai-balai kesehatan
  3. Strata 3: Praktik tenaga kesehatan spesialis konsultan, RS tipe A dan B, apotik, laboratorium, toko obat, optik, pusat-pusat unggulan nasional

Pelaku pelayanan meliputi:
  1. Pelayanan Kesehatan Primer: Dokter Praktek Swasta, Bidan, BP swasta, Puskesmas
  2. Pelayanan Kesehatan Sekunder dan Tertier: RS Pemerintah dan RS Swasta
  3. Pelayanan Farmasi
  4. Pelayanan Laboratorium, dan lain-lain

Fungsi lain adalah fungsi pendanan, yaitu:
  1. Pemerintah pusat: Dana APBN untuk Jamkesmas, Jampersal, Subsidi ke RS, dan lain-lain
  2. Pemerintah Daerah: APBD, termasuk Jamkesda
  3. Masyarakat: Membayar langsung
  4. Swasta: Memberikan sumbangan

Alasan pemerintah mendanai pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
  1. Tanpa ada dana pemerintah Pelayanan kesehatan merupakan komoditi dagang
  2. Hanya masyarakat mampu yang dapat menikmatinya
  3. Masyarakat miskin tidak akan mendapat pelayanan

Mekanisme pendanaan pemerintah dapat dilihat dalam gambar berikut:

Fungsi berikutnya adalah Fungsi Sumber Daya Manusia:
  1.  Pendidikan tenaga kesehatan: Fakultas Kedokteran, FKM, Fakultas
  2. Keperawatan dan lain-lain
  3. Pendayagunaan dan pengembangan tenaga kesehatan: Proses rekrutmen, pengembangan, penyebaran tenaga kesehatan, dll

1.3.2 Sistem kesehatan di Filipina

•           Sistem kesehatan Filipina tumbuh dari dorongan proses perkembangan kebijakan kesehatan oleh pemerintah nasional. Sebelum upaya desentralisasi dilakukan, Filipina telah melaksanakan strategi pengembangan kesehatan yang didasarkan pada sistem pembiayaan pemerintah, manajemen publik, dan layanan yang bersifat multitier delivery.
•           Sistem yang dianut oleh Filipina ini bertumpu pada unit kesehatan daerah (Regional Health Units/RHUs) yang memberikan pelayanan KIA, rawat jalan umum dan kesehatan gigi, keluarga berencana dan layanan gizi, kontrol penyakit tertentu, pendidikan kesehatan, dan sanitasi lingkungan.
•           Pada tahun 1981 ada sekitar 2000 RHUs, masing-masing dikepalai oleh pejabat kesehatan kota (municipal) dibantu oleh perawat kesehatan, pengawas sanitasi, dan 4-5 bidan. Masing-masing RHU bertanggung jawab untuk 3-4 unit kesehatan barangay (BHS) yang didirikan untuk melayani desa sekitarnya; pelayanan di BHS 364 dilaksanakan oleh seorang bidan terampil dan beberapa pekerja kesehatan sukarela.
•           Akibatnya sistem Filipina tampak sangat tersentralisasi, diwarnai fragmentasi dan duplikasi antara unit pusat dan daerah, dan keterkaitan yang lemah antara program daerah dengan kampanye penyakit tertentu yang dikoordinasi oleh pusat. Sebuah kajian komprehensif yang dilakukan pada tahun 1993 menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan pada kondisi kesehatan publik, misalnya angka differential kematian ibu yang tinggi dan tren yang negatif di beberapa wilayah; status gizi buruk pada keluarga ekonomi lemah; penurunan tingkat kesuburan yang lambat; dan rendahnya tingkat kepuasan konsumen terhadap fasilitas kesehatan.
•           Departemen Kesehatan mengadopsi peran “Servicer of Servicers” terhadap LGU’s. Pendekatan pelayanan kesehatan dasar (primary health care) dipilih sebagai strategi utama dengan penekanan pada kebutuhan untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses melalui pendekatan partisipatori. Pendekatan ini mencakup pelatihan bagi tenaga kesehatan di BHWs, pendidikan kesehatan dan pengembangan, serta pengorganisasian masyarakat (community building and organizing). Dengan demikian, Departemen Kesehatan Filipina memainkan peran baru yang penting yaitu sebagai pendukung dari sisi 368 kewenangan teknis sistem kesehatan.

Fungsi baru Departemen Kesehatan dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Pengawasan (pengawasan umum terhadap penyediaan pelayanan kesehatan di lapangan).
2. Monitoring dan evaluasi.
3. Menyusun peraturan dan guidelines.
4. Pemberian bimbingan teknis atau bimbingan lain yang sejenis.
5. Melaksanakan kewenangan dan fungsi sebagai :
    a. Komponen program nasional yang didanai oleh sumber luar negeri.
    b. Pelaksana pilot project untuk program yang akan diterapkan secara nasional.
    c. Penyedia program pemberantasan penyakit sesuai kesepakatan internasional, misalnya untuk penyakit-penyakit yang membutuhkan karantina atau penyakit yang tercakup di dalam program pemberantasan (eradikasi).
    d. Fungsi regulator, perizinan dan akreditasi sesuai dengan peraturan yang berlaku; misalnya untuk Biro Pangan dan Obat, perizinan rumahsakit, rumah sakit daerah, dan lain lain.
    e. Memilih wakil Departemen Kesehatan untuk melaksanakan kebijakan dan program Departemen Kesehatan di tingkat LGUs.

1.3.3 Sistem Kesehatan di Vietnam


Menurut hasil awal dari Sensus Penduduk Nasional tahun 2009, populasi Vietnam adalah 85.800.000 orang. Dengan populasi yang besar, Vietnam menempati peringkat ketiga di Asia Tenggara dan ketiga belas di dunia dalam hal total jumlah populasi. Sekitar 69% penduduk tinggal di daerah pedesaan (GSO, 2009).
Bahkan sebelum masuk ke dalam kelompok negara-negara berpenghasilan menengah, Vietnam telah mencapai perbaikan yang signifikan di semua bidang kesehatan. Pada tahun 2005, usia harapan hidup di Vietnam cukup baik dibandingkan dengan penduduk Malaysia.

Seperti sistem pembiayaan kesehatan negara-negara sosialis lainnya di masa lalu, Pembiayaan kesehatan Vietnam telah didasarkan pada pendapatan pemerintah secara umum. Sistem pelayanan kesehatan telah berhasil dalam mengembangkan jaringan layanan kesehatan yang menyediakan perawatan kesehatan primer gratis dan pelayanan rujukan bagi semua warga negara. Pada akhir 1970-an, negara mengalami krisis ekonomi yang serius dan pada tahun 1986 pemerintah meluncurkan Doi Moi-nya (atau "renovasi") reformasi ekonomi.  Di bidang kesehatan, empat besar reformasi diperkenalkan, yaitu: pengenalan retribusi, pengenalan asuransi kesehatan, izin praktek swasta dalam perawatan kesehatan, dan pembukaan pasar farmasi. Sebagaimana reformasi dilaksanakan, pengeluaran untuk kesehatan perawatan meningkat drastis, mencapai 71% dari total pengeluaran kesehatan pada tahun 1993 dan terus meningkat menjadi 80% pada tahun 1998 (Liebermann / Wagstaff, 2009).

Skema ini dilaksanakan di seluruh provinsi (yaitu nasional), yang dikelola oleh lembaga asuransi kesehatan provinsi dan diawasi oleh departemen kesehatan provinsi; skema mencakup semua penduduk yang memenuhi syarat pada awal 1993. Ini merupakan sistem pendanaan multipel, dengan satu dana asuransi kesehatan di setiap provinsi dan dana cadangan nasional. Tingkat premi untuk pekerja sektor formal pada periode 1992-2009 adalah 3% dari gaji mereka, pengusaha menyumbang 2% dan kontribusi karyawan 1%.  Selama periode ini, premi diaplikasikan pada sektor informal, tanpa subsidi pemerintah.

Lima tahun kemudian, pada tahun 1998, pemerintah mengumumkan dekrit yang lain dalam bidang kesehatan asuransi (Keputusan 58/1998/ND-CP) yang menyatukan semua dana asuransi kesehatan provinsi  menjadi dana asuransi kesehatan nasional tunggal dan yang memperbesar jangkauan skema asuransi kesehatan bagi anggota Dewan Kongres dan Orang; guru pra-sekolah, orang berjasa, orang yang dilindungi secara sosial, tanggungan perwira tentara dan tentara serta mahasiswa asing di Vietnam.

Dalam rangka meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan kelompok populasi yang rentan lainnya, Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan yang bertujuan menyediakan cakupan kepada orang miskin, baik dengan pembebasan masyarakat miskin dari membayar biaya jasa kesehatan yang diberikan atau dengan menutupi dana kesehatan mereka melalui asuransi kesehatan. Seiring waktu, kebijakan yang mendukung masyarakat miskin ini berevolusi dan beradaptasi. Kebijakan pembebasan biaya bagi masyarakat miskin, diterbitkan pada tahun 1994. Keputusan tersebut menyatakan bahwa masyarakat miskin harus dibebaskan dari membayar retribusi, namun pemerintah tidak menyediakan dana untuk pelaksanaan, fasilitas kesehatan tidak menerima dana tambahan untuk hilangnya pendapatan pada saat membebaskan pasien. Pada tahun 1999, Edaran menyatakan bahwa provinsi harus menggunakan dana APBD untuk mendaftar minimal 30% dari masyarakat miskin dalam kesehatan wajib  asuransi. Pada tahun 2002, Keputusan 139, dalam upaya lebih lanjut, menyebabkan pengenalan Dana Kesehatan Perawatan untuk Masyarakat Miskin (termasuk etnis minoritas) di setiap provinsi, baik untuk mendaftarkan mereka di asuransi kesehatan atau untuk mengganti penyedia pelayanan kesehatan gratis biaya untuk mereka. Dalam prakteknya, Pemerintah daerah dapat memilih atau memberlakukan pilihan, contoh beberapa orang miskin yang terdaftar dalam asuransi kesehatan, sedangkan yang lain sudah menyediakan perawatan kesehatan gratis tanpa status asuransi kesehatan. Kebijakan ini, terutama Biaya pembebasan komponen langsung, ketika dimasukkan ke dalam praktek, menghadapi kesulitan administratif, seperti mengidentifikasi orang miskin, mengeluarkan kartu yang menyatakan status mereka sebagai "Miskin", yang memungkinkan masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, mendefinisikan manfaat yang melekat pada kartu pemegang, dll. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa orang miskin mengeluh terjadinya diskriminasi dan tidak dapat menikmati layanan penuh dari kebijakan kesehatan ini (Liebermann / Wagstaff, 2009).

Dalam pandangan kelemahan dari program ini, Kebijakan pro- masyarakat miskin telah dimodifikasi lebih lanjut dan sejak tahun 2005, dengan penerbitan Kesehatan Keputusan Asuransi 63, kebijakan pembebasan langsung tidak lagi diterapkan. Dekrit 63 menyatakan bahwa semua orang miskin harus mendaftar di asuransi kesehatan wajib dengan dana pemerintah mensubsidi premium mereka. Hukum asuransi kesehatan yang dikeluarkan pada tahun 2008 terus untuk memperbaiki kebijakan itu dan pada tahun 2009, semua propinsi mengimplementasikannya. Sekitar 15 juta orang miskin dan etnis minoritas yang sekarang tercakup oleh asuransi kesehatan bersubsidi. Kebijakan ini telah mengurangi risiko lonjakan pengeluaran untuk kesehatan dalam menangani orang miskin (Oanh et al, 2005;. Wagstaff, 2007). Selanjutnya, pada tahun 2005, Majelis Nasional membentuk Undang-Undang Pendidikan, Kesehatan dan Perlindungan Anak-anak dan mengikuti Undang-undang ini, semua anak di bawah usia 6 tahun yang disediakan perawatan kesehatan gratis.

Karena reformasi selama pelaksanaan kebijakan Doi Moi, Sistem pembiayaan kesehatan membuat transisi dari sistem berbasis pajak menjadi sistem dengan berbagai sumber pembiayaan. Saat ini, sumber utama pembiayaan bersifat umum pendapatan pemerintah, dana SHI, dan pembayaran rumah tangga. Sumber minor lainnya adalah bantuan luar, bantuan pembangunan luar negeri dan asuransi kesehatan swasta.

|Sosialisme Negara Vietnam

Vietnam merupakan salah 1 negara yang menganut sistem ekonomi Sosialis. Sistem ekonomi sosialis yaitu sistem ekonomi yang seluruh kegiatan ekonominya direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh pemerintah secara terpusat. Vietnam yang menganut sistem tunggal dengan Republik Sosialis Vietnam sebagai partai tunggal negara. Sejak awal Vietnam yakin bahwa sosialis lah yang akan menang dalam pertarungan blok barat dan blok timur. Para pemimpin Vietnam percaya akan keungulan sosialisme, hal ini telihat dari sikap mereka yang optimisme bahwa kapitalisme yang akan kalah. Dalam pemerintahan, negara Vietnam berlandaskan sistem demokratis-sentralisme yaitu dimana kehendak rakyat disalurkan dari bawah lalu disaring keatas dan dikembalikan lagi kebawah yang bersifat perintah atau komando. Dari segi ideologi Vietnam menganut ideologi komunis dengan faham Marxisme-Leninisme serta ajaran-ajaran Ho Chi Minh. Faham inilah yang menjadi ilham dan menerangi pemikiran serta sikap bangsa Vietnam dalam menghadapi musuh-musuh imperialisme dan kolonialisme. Mereka juga menganggap bahwa masyarakat sosialis adalah masyarakat masa depan.

Sebagai negara sosialis dengan sistem satu partai, pemerintahan Vietnam dijalankan secara sentralistik dalam setiap pengambilan kebijakan. Termasuk dalam pembuatan kebijakan luar negeri, dimana Partai Komunis Vietnam (PKV) sebagai partai tunggal memegang posisi penting untuk menentukan hubungan luar negeri Vietnam. Sistem sosialis yang dijalankan Vietnam selama ini dianggap kurang menguntungkan pada bidang ekonomi.

Mengingat basis ekonomi Vietnam adalah pertanian dengan tingkat produktivitas yang rendah menjadikan negara ini tidak mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik dan justru sangat rentan dengan krisis, belum lagi akibat peperangan yang dulu menyebabkan perekonomian Vietnam menjadi terpuruk. Keterpurukan ekonomi ini menyebabkan perubahan dalam perpolitikan Vietnam karena dalam konggres keenam di Hanoi menghasilkan suatu keputusan yang dikenal sebagai “Doi Moi” atau kebijakan renovasi pada tahun 1986. Ini tentunya tidak terlepas dari pengaruh kepentingan nasional Vietnam. Lemahnya ekonomi domestik dan kuatnya kekuasaan politik partai komunis tentu menjadi sebuah pertimbangan yang cukup penting dalam menentukan arah kebijakan luar negeri Vietnam.

Doi Moi adalah istilah yang digunakan untuk menyebut 'renovasi' atau 'pembaharuan' bagi perekonomian di Vietnam, yang dicanangkan pada Kongres Nasional ke-6 Partai Komunis Vietnam pada bulan Desember 1986. Ketika itu, Vietnam sedang dilanda permasalahan ekonomi yang amat besar. Walaupun harga barang tetap murah berkat adanya kendali harga yang diberlakukan pemerintah, inflasi tahunan Vietnam mencapai 700%. Akibatnya nilai ekpsor Vietnam menjadi hanya setengah dari nilai barang yang diimpor Vietnam. Berbagai lembaga pemerintahan harus mengalami pengurangan dana untuk tetap mempertahankan biaya militer Vietnam yang tinggi. Hal ini semakin diperparah dengan tidak adanya investasi asing di Vietnam.

Menyikapi permasalahan ekonomi yang amat parah ini, Kongres Partai Keenam di tahun 1986 meluncurkan kebijakan Doi Moi untuk melakukan reformasi total terhadap sistem perekonomian Vietnam. Dengan kebijakan ini, sistem manajemen birokrasi terpusat yang berdasarkan pada subsidi negara pun dihapus, digantikan dengan sistem ekonomi yang bersifat multi-sektor, berorientasi pasar, dan membuka kesempatan bagi sektor swasta untuk bersaing dengan negara dalam sektor-sektor yang tidak strategis. Dengan demikian, peran negara di dalam pasar semakin berkurang, harga barang tidak lagi ditentukan oleh pemerintah, dan ekonomi pasar dapat beroperasi di Vietnam.
















            BAB II
         PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA



http://www.bimbie.com/hubungan-ekonomi-dan-kesehatan.htm

http://dahyarmasuku82.blogspot.co.id/2011/12/pengaruh-pembangunan-ekonomi-terhadap.html

http://doktergigi-semarang.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-perbedaan-penyakit-tidak.html

M.N. Bustan, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.

http://sakinahkreatif.blogspot.co.id/2014/08/konsep-dasar-ekonomi-kesehatan.html

https://id.scribd.com/doc/211193950/Sistem-Kesehatan-Di-Filipina

https://id.scribd.com/doc/167161998/SKN-Di-Vietnam

Tran Van Tien, Hoang Thi Phuong, Inke Mathauer and Nguyen Thi Kim Phuong. 2011. A Health Financing Review of Vietnam With A Focus on Social Health Insurance. World Health Organization

http://documents.tips/download/link/sistem-ekonomi-sosialis-vietnam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar